Senin, 20 Juni 2011

Pembelajaran Bahasa Indonesia

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CIRC DALAM KOMPETENSI
MELENGKAPI KARYA ILMIAH DENGAN CATATAN KAKI DAN
DAFTAR PUSTAKA
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI SMA Negeri 95 Jakarta)

Oleh: Mujianto

ABSTRACT

Effectiveness of the Competence Learning Model CIRC Equip Scientific Work with Footnote and Bibliography (Classroom Action Research in Class XI IPA-3 SMAN 95 Jakarta, 2009).
Classroom Action Research (CAR) on SMA 95 Jakarta aims to examine the effectiveness of the implementation of cooperative learning model type Cooperative Introduction Reading and Composition in learning to write scientific papers with remarks complement the foot and a bibliography. Participants were students in grade XI IPA-3 were 39 students and 2 teachers kolaborasin with the class teacher XI. This study used a qualitative approach. Data were collected through observation by researchers and collaborators. The results show the effectiveness of learning using the learning model CIRC improve the effectiveness of 0.92 for the proportion of over KD equip students with the scientific work of footnotes. Although the first cycle of the proportion is only 0.69, an increase of 23%. Similarly, the KD complete with a bibliography of scientific works of 0.95 increased 23%.
Key words: learning, cooperative, footnotes, and bibliography
ABSTRAK
Efektivitas Model Pembelajaran CIRC dalam Kompetensi Melengkapi Karya Ilmiah dengan Catatan Kaki dan Daftar Pustaka (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA SMA Negeri 95 Jakarta, 2009).
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SMA Negeri 95 Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dalam pembelajaran menulis melengkapi karya ilmiah dengan cacatan kaki dan daftar pustaka. Partisipan siswa kelas XI IPA-3 sebanyak 39 orang siswa, dan kolaborasin dengan 2 guru pengajar kelas XI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi oleh peneliti dan kolaborator. Hasil penelitian menunjukkan efektivitas pembelajaran menggunakan model pembelajaran CIRC meningkatkan efektivitas sebesar proporsi lebih 0,92 siswa KD melengkapi karya ilmiah dengan catatan kaki. Meski pada siklus pertama yang proporsinya hanya 0,69 atau meningkat 23%. Begitu pula dalam KD melengkapi karya ilmiah dengan daftar pustaka 0,95 meningkat 23 %.
Kata kunci: Pembelajaran, kooperatif, catatan kaki, dan daftar pustaka
I. PENDAHULUAN
Kompetensi menulis sebagai muara ilmu kemahiran berbahasa disadari memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi, jika dibandingkan dengan kemahiran-kemahiran bahasa yang lain. Apalagi sebagian besar orang awam beranggapan, bahwa menulis merupakan bakat bawaan. Ditambah lagi dengan hilangnya tes mengarang pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dari tingkat dasar sampai pendidikan menengah. Siswa semakin beranggapan kemahiran menulis memerlukan bakat alami, sehingga bagi siswa yang malas berlatih menulis semakin enggan mengembangkan diri di bidang itu.
Kompetensi menulis sebagai kemahiran (keterampilan) sebenarnya bukan bakat bawaan atau keturunan, melainkan suatu keahlian yang dapat dipelajari dan dilatih. Semakin sering intensitas siswa berlatih menulis, semakin terampil atau mahirlah siswa tersebut mengembangkan kompetensi menulis. Anggapan siswa menulis itu sulit, apalagi menulis karya tulis ilmiah semakin dienggani oleh siswa. Bukan hanya siswa, sebagian besar guru juga enggan menulis karya tulis ilmiah.
Hal ini terbukti ribuan guru se-DKI Jakarta yang berpangkat/golongan IVa memilih tidak mengajukan kenaikan kepangkatannya karena terganjal oleh persyaratan pengembangan profesi, yakni wajib menulis karya tulis ilmiah minimal 12 kridit poin. Kalau gurunya saja tidak menguasai kompetensi menulis karya tulis ilmiah, bagaimana ia dapat menularkan kompetensi tersebut. Di kelas XI sekurang-kurangnya terdapat 4 KD yang berhubungan dengan karya tulis ilmiah yaitu: (1) KD 4.3 Melengkapi karya ilmiah dengan daftar pustaka dan catatan kaki, (2) 10.1 Mempresentasikan hasil penelitian secara runtut dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, (3) 10.2 Mengomentari tanggapan orang lain terhadap presentasi hasil penelitian, dan (4) 12.3 Menulis karya ilmiah seperti hasil pengamatan, dan penelitian.
Keempat KD yang berhubungan dengan menulis karya tulis ilmiah tersebut biasanya tidak diajarkan sesuai porsinya. Bahkan siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal karena hanya dibahas secara sekilas. Bagaimana guru tersebut akan menularkan kompetensi menulis karya ilmiah, kalau dirinya sendiri tidak berkopeten menulis karya tulis ilmiah? Bukan tidak mungkin kompetensi siswa dalam KD yang berhubungan dengan menulis karya tulis ilmiah dikembang secara optimal, jika saja guru sebagai vasilitator mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan siswa.
Harus disadari, siswa membutuhkan keterbukaan, kerjasama, dan situasi kondusif yang mampu merangsang mereka mengembangkan, menemukan sendiri konsep, teori, dan kompetensi secara optimal. Seiring perkembangan metode, model, strategi, dan pendekatan pengajaran, model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe Cooperative Integrated Reading and Copocition (CIRC) diyakini sebagai suatu model pembelajaran yang tepat dalam KD ini.
Cooperative learning (CL) Sebagai satu model pembelajaran yang memberikan keterbukaan dan kesempatan luas kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Dari sekian banyaknya strategi dalam pembelajaran kooperatif yang dianggap sesuai dengan standar kompetensi menulis adalah Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Model pembelajaran ini menuntut siswa bekerja sama dalam kelompok kecil atau kooperatif terpadu membaca dan menulis.
Dengan memberikan kesempatan secara terbuka kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dan bekerja sama dalam kegiatan pembelajaran, maka situasi keterbukaan serta tumbuhnya empati sosial dari siswa yang sudah menguasai penyusunan karya tulis terhadap siswa yang belum menguasai, minimal dalam kelompok masing-masing. Sebaliknya siswa yang sudah pandai perlu pengakuan (aktualisasi diri) dengan memberi bantuan kepada yang kurang pandai. Suasana saling keterbukaan dan saling membutuhkan ini akan membawa suasana menyenangkan dalam belajar.
Hal ini sejalan dengan penelitian DePorter dan Hernacki (1992) yang menyatakan bahwa belajar dengan kondisi terbuka dan rasa senang akan menghasilkan hasil belajar yang optimal dibandingkan dengan kondisi yang tertutup dan penuh tekanan. Untuk itu penulis tertarik untuk memilih judul penelitian tentang, ”Efektivitas Model Pembelajaran CIRC dalam Kompetensi Menulis di kelas XI IPA-1 SMA Negeri 95 Jakarta”.

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran CIRC efektif dalam memahami pengertian dan fungsi catatan kaki?
2. Apakah model pembelajaran CIRC efektif dalam menulis catatan kaki?
3. Bagaimana efektivitas model pembelajaran CIRC dalam menyusun daftar pustaka?

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif
Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama (Hamid Hasan, 1996). Dalam kegiaatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar dari anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson, et.al., 1994: Hamid Hasan, 1996).
Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin (1995) mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat hiterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar kelompok bergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.
1. Pengertian Cooperative Learning
Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih yang mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.
Dalam kegiaatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson, et.al., 1994: Hamid Hasan, 1996).
Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin (1994) mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat hiterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar kelompok bergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.
Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih yang mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.
Cooperative Learning lebih dari sekadar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam model cooperative learning harus ada ”struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperativf” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok (Slavin, 1983: Stahl, 1994). Di samping itu, pola hubungan seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk berhasil berdasarkan kemampuan dirinya secara individual dan sumbangsih dari anggota lainnya selama mereka belajar secara bersama-sama dalam kelompok. Stahl (1994) mengatakan bahwa model pembelajaran Cooperative Learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Model pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat, yaitu ”getting better together”, atau raihlah yang lebih baik secara bersama-sama”(Slavin, 1992).
Aplikasinya di dalam pembelajaran di kelas, model pembelajaran ini mengetengahkan realita kehidupan masyarakat yang dirasakan dan dialami oleh siswa dalam kesehariannya, dengan bentuk yang disederhanakan dalam kehidupan kelas. Dalam pembelajaran matematika dikenal dengan pendekatan ”Realistic Matematic Education” (RME atau PMR). Model pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya.
Model pembelajaran cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Cooperative Learning is more effective in increasing motive and performance students (Michaels, 1977). Model pembelajaran Cooperative Learning mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran berlangsung, karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi pembelajaran yang dihadapi.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning, pengembangan kualitas diri siswa terutama aspek afektif siswa dapat dilakukan secara bersama-sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang bersifat kognitif, afektif, maupun konatif (Hamid Hasan, 1996; Kosasih, 1994). Situasi belajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka, dan rileks di antara anggota kelompok memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh dan memberi masukan di antara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran.
Secara umum, pola interaksi yang bersifat terbuka dan langsung di antara anggota kelompok sangat penting bagi siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Hal ini dikerenakan setiap saat mereka akan melakukan diskusi; saling membagi pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan, serta saling mengoreksi antarsesama dalam belajar. Tumbuhnya rasa ketergantungan yang positif di antara anggota kelompok menimbulkan rasa kebersamaan dan kesatuan tekad untuk sukses dalam belajar. Hal ini terjadi karena dalam Cooperative Learning siswa diberikan kesempatan yang memadai untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkannya untuk melengkapi dan memperkaya pengetahuan yang dimiliki dari anggota kelompok lainnya dan guru.
Suasana belajar dan rasa kebersamaan yang tumbuh dan berkembang di antara sesame anggota kelompok memungkinkan siswa untuk memahami dan mengerti materi pembelajaran dengan lebih baik. Proses pengembangan kepribadian yang demikian, juga membantu mereka yang kurang berminat menjadi lebih bergairah dalam belajar (Hamid Hasan, 1996; Kosasih, 1992; Stahl, 1994). Siswa yang kurang bergairah dalam belajar akan dibantu oelh siswa lain yang mempunyai gairah belajar lebih tinggi dan memiliki kemampuan untuk menerapkan apa yang telah dipelajarinya. Suasana belajar seperti itu, di samping proses belajar berlangsung lebih efektif, juga akan terbina nilai-nilai lain (nurturant values) yang sesuai dengan tujuan pendidikan ilmu pengetahuan sosial yakni kepedulian sosial, saling percaya, kesediaan menerima dan memberi, serta ilmu pengetahuan budaya yaitu budaya gotong-royong dan tanggung jawab siswa, baik terhadap dirinya maupun terhadap kelompoknya. Dalam kelompok belajar tersebut, sikap, nilai dan moral dikembangkan secaramendasar (Hasan, 1996). Belajar secara kelompok dalam model pembelajaran ini merupakan miniatur masyarakat yang diterapkan dalam kehidupan di kelas, sehingga akan melatih siswa untuk mengembangkan dan melatih mereka menjadi anggota masyarakat yang baik.
2. Konsep Dasar Cooprative Learning
Dalam menggunakan model Cooperative Learning di dalam kelas, ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru. Kedudukan guru sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran dalam menggunakan model ini harus memperhatikan beberapa konsep dasar yang merupakan dasar-dasar konseptual dalam penggunaan Cooperative Learning. Adapun prinsip-prinsip dasar tersebut menurut Stahl (1994), meliputi sebagai berikut.
a. Perumusan Tujuan Belajar Siswa Harus Jelas
b. Penerimaan yang Menyeluruh oleh Siswa tentang Tujuan Pembelajaran
c. Ketergantungan yang Bersifat Positif
d. Interaksi yang bersifat terbuka
e. Tanggung jawab individu
f. Kelompok bersifat hiterogen
g. Interaksi Sikap dan Perilaku Sosial yang Positif
h. Tindak Lanjut (Follow Up)
i. Kepuasan dalam Belajar
3. Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Cooperative Learning
Langkah-langkah dalam penggunaan model Cooperative Learning secara umum (Stahl; Slavin, 1983) dapat dijelaskan secara operasional sebagai berikut.
1) Langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Di samping itu, guru pun menetapkan sikap dan keterampilan yang diharapkan dikembangkan dan diperhatikan oleh siswa selama berlangsungnya pembelajaran. Guru dalam merancang RPP harus mengorganisasikan materi dan tugas-tugas siswa yang mencerminkan sistem kerja dalam kelompok kecil. Artinya, bahwa secara bersama dalam dimensi kerja dalam kelompok kecil. Artinya, bahwa materi dan tugas-tugas itu adalah untuk dibelajarkan dan dikerjakan secara bersama-sama dalam dimensi kerja kelompok. Untuk memulai pembelajaran, guru harus menjelaskan tujuan dan sikap serta keterampilan sosial yang ingin dicapai dan diperlihatkan oleh siswa selama pembelajaran. Hal ini mutlak harus dilakukan oleh guru, karena dengan demikian siswa tahu dan memahami apa yang harus dilakukannya selama proses pembelajaran berlangsung.
2) Langkah kedua, dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengopservasi kegiatan siswa dalam belajar secara bersama dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam menyampaikan materi guru tidak lagi menyampaikan secara panjang lebar, karena pemahaman dan pendalaman materi tersebut mantinya akan dilakukan siswa ketika belajar secara bersama dalam kelompok. Guru hanya menjelaskan pokok-pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai wawasan dan orientasi yang memadai tentang materi yang diajarkan. Pada saat guru selesai menyajikan materi, langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah menggali pengetahuan dan pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang telah dibelajarkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengkondisikan kesiapan belajar siswa. Berikutnya, guru membimbing siswa untuk membuat kelompok. Pemahaman dan konsepsi guru terhadap siswa secara individual sangat menentukan kebersamaan dari kelompok yang terbentuk. Kegiatan ini dilakukan sambil menjelaskan tugas yang harus dilakukan oleh siswa dalam kelompok masing-masing. Pada saat siswa belajar secara berkelompok, maka guru mulai melakukan monitoring dan mengobservasi kegiatan belajar siswa berdasarkan lembar observasi yang telah dirancang sebelumnya.
3) Langkah ketiga, dalam melakukan observasi terhadap kegiatan siswa, guru mengarahkan dan membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pemberian pujian dan kritik membangun dari guru kepada siswa merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh guru pada saat siswa bekerja dalam kelompoknya. Di samping itu, pada saat kegiatan kelompok berlangsung, ketika siswa terlibat dalam diskusi dalam masing-masing kelompok, guru secara periodik memberikan layanan kepada siswa, baik secara individual maupun secara klasikal.
4) Langkah keempat, guru memberikan kesempatan kepada siswa dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada saat diskusi kelas ini, guru bertindak sebagai moderator. Hal ini dimaksudkan untuk megarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman siswa terhadap materi atau hasil kerja yang telah ditampilkannya. Pada saat presentasi siswa berakhir, guru mengajak siswa untuk melakukan refleksi diri terhadap proses jalanya pembelajaran, dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada atau sikap serta perilaku menyimpang selama proses pembelajaran. Di samping itu pada saat tersebut, guru juga memberikan beberapa penekanan terhadap nilai, sikap, dan perilaku sosial yang dikembangkan dan dilatih oleh siswa. Dalam melakukan refleksi diri ini, guru tetap berperan sebagai fasilitator dan moderator aktif. Artinya, pengembangan ide, saran, dan kritik terhadap proses penmbelajaran harus diupayakan berasal dari siswa, kemudian barulah guru melakukan beberapa perbaikan dan pengarahan terhadap ide, saran, dan kritik yang berkembang. Untuk lebih jelasnya, mekanisme pembelajarn cooperative learning secara umum dapat digambarkan dalam bagan berikut.
Bagan 1
Mekanisme Pembelajaran dengan Model Cooperative Learning
(David Homsby, 1981)


















Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Compositin (CIRC) Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis menurut (Steven & Slavin,1995) adalah sebagai berikut:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang heterogen
2) Guru memberikan wacana/kliping/contoh karya ilmiah sesuai dengan topik pembelajaran
3) Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping/karya ilmiah dan ditulis pada lembar kertas.
4) Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5) Guru membuat kesimpulan bersama.
6) Penutup.
Karena dalam setting pembelajaran bahasa Indonesia standar kompetensi menulis, ”Mengungkapkan informasi dalam bentuk proposal, surat dagang, karya ilmiah” dan kompetensi dasar, “Melengkapi karya tulis dengan daftar pustaka dan catatan kaki”. Sebagai upaya konkrit memfasilitasi siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan dan pengembangan bakat diri secara optimal.
B. Karya Tulis Ilmiah
1. Pengertian Karya ilmiah
Karya tulis ilmiah menurut (Ditjen Dikdasmen Depdikbud, 1999: 10) tulisan yang mempunyai sifat keilmuan. Suatu karya tulis apakah itu berbentuk laporan, makalah, buku maupun terjemahan, baru dapat disebut karya tulis ilmiah apabila sedikitnya memenuhi tiga syarat, yakni:
1) Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah
2) Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode (berpikir) ilmiah
3) Sosok tampilannya sesuai dan telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan keilmuan.
Dengan demikian tulisan berbentuk apa pun yang tidak memenuhi ketiga kriteria di atas, tidak dapat disebut karya tulis ilmiah. Buku-buku fiksi misalnya, makalah-makalah, surat-surat penting dan sebagainya yang tidak memenuhi ketiga kriteria tersebut di atas juga bukan karya ilmiah.
2. Pengertian Catatan Kaki
Setiap karya tulis ilmiah pasti didahului dengan studi pustaka. Ada beberapa alasan orang mengutip pendapat ahli untuk dijadikan rujukan. Tentu saja kutipan atau referensi yang kita rujuk sangat penting dan bermanfaat bagi orang yang menulis maupun pembaca.
Menurut Parera ada lima alasan mengapa kita mengutif, (1) Materi mempunyai kualitas yang tinggi, (2) Materi kutipan merangkumkan satu pokok bahasan yang disetujui atau disnggah, (3) Mengungkapkan satu pendapat atau evaluasi yang menjadi bahan diskusi, (4) Jangan terlalu banyak mengutif kutipan yang terlalu panjang, dan (5) Usahakan membuktikan dengan kata dan dat sendiri sambil tidak lupa menunjukkan sumbernya dalam catatan kaki dan bibliografi nanti.
Unsur-unsur catatan kaki yang menyangkut referensi, sama dengan materi bibliografi; perbedaannya terletak dalam penekanan. Di samping itu ada satu perbedaan penting yaitu selalu mencantumkan halaman, di mana kutipan itu diperoleh. Nama pengarang dalam catatan kaki dicantumkan sesuai dengan urutan biasa yaitu: gelar (kalau ada), nama kecil, nama keluarga. Pada penunjukan yang kedua dan selanjutnya cukup nama singkat missal:Thalib, Keraf, dsb.
Bila terdiri dua atau tiga pengarang disebutkan semua apa adanya, lebih dari tiga, cukup nama pertama, yang lain diganti dengan dkk. Atau at., al.
3. Cara Penulisan Daftar Pustaka
Cara penulisan bibliografi (daftar pustaka) tidak seragam bagi semua bahan referensi, tergantung dari sifat bahan referensi itu. Pokok terpenting yang harus dimasukkan dalam bibliografi adalah:
(1) Nama pengarang, yang dikutip secara lengkap.
(2) Judul buku, termasuk judul tambahannya.
(3) Data publikasi: Penerbit, tempat terbit, tahun terbit, cetakan keberapa, nomor, jilid, dan tebal (jumlah halaman jika perlu).
(4) Untuk sebuah artikel diperlukan pula judul yang bersangkutan, nama majalah, jilid, nomor dan tahun.
Pada prinsipnya setiap kutipan atau rujukan harus ditulis dari mana sumbernya, boleh berbentuk foot note seperti contoh pada halaman ini, atau cara lain block note seperti banyak contoh pada halaman lain dalam tulisan ini. Semua yang ada pada catatan kaki atau block note harus dicatat juga pada daftar pustaka atau bibliografi.

III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMAN 95 Jakarta Jl. Satu Maret, Galur, Kecamatan Kalideres Jakarta Barat. Subyek penelitian (Partisipan) adalah siswa kelas XI/IPA-3, semester I tahun pelajaran 2009/2010, dengan jumlah 39 orang siswa. Kelas XI/IPA-3. Dengan demikian, data diambil dari 39 orang siswa tersebut. Peneliti menetapkan siswa kelas XI IPA-3 sebagai subyek penelitian, karena di kelas tersebut memiliki karakteristik kemampuan akademik siswa yang rendah dibandingkan dengan 2 kelas lainnya IPA-1 dan IPA-2. Kolaborator terdiri dari 2 orang guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang mengajar pada kelas IPA 1 orang dengan kualifikasi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Satu orang lagi guru yang mengajar kelas IPS dengan kualifikasi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Peneliti juga sekaligus pengajar mdi kelas IPA-1 sampai dengan IPA-3.

B. Prosedur Penelitian
1. Gambaran Umum Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang menggunakan pendekatan kualitatif, dan peneliti terlibat langsung selama proses penelitian. Langkah-langkah penelitian tindakan yang digambarkan oleh Lewin (dalam Mc.Niff, 1992: 22) yang berupa siklus spiral yang terdiri dari 4 tahap penelitian, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, serta analisis dan refleksi.
Faktor-faktor yang diteliti untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan adalah (1) faktor siswa, antara lain efektivitas dalam belajar, interaksi antar siswa dalam kelompok, dan (2) faktor guru, antara lain kegiatan guru dalam mengaktifkan siswa, memotivasi siswa, dan mengarahkan kelompok.
Dalam penelitian ini, data dikumpulkan melalui tes dan observasi. Tes yang dilakukan untuk melihat efektivitas belajar siswa. Tes yang dilakukan adalah tes kelompok, artinya setiap kelompok mengerjakan tes tersebut secara bersana-sama. Selanjutnya, hasil tes ini dijadikan sebagai dan perkembangan dan kemajuan hasil belajar siswa/kelompok. Tes yang digunakan berupa tes uraian (essay), dengan tujuan agar tingkat pemahaman siswa dapat dilihat dengan jelas. Observasi dilakukan oleh peneliti terhadap aktivitas siswa, serta interaksi antara siswa dan guru selama proses pembelajaran.
a. Rincian Prosedur Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas ini dibagi beberapa tahap rancangan tindakan, yaitu:
• Tahap Perencanaan
1. Merencanakan jumlah siklus, yaitu 2 siklus.
2. Menetapkan kelas penelitian kelas XI/IPA-3, dan membagi kelompok, yaitu setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 orang. Pembagian kelompok dibedakan atas kemampuan akademik.
3. Menetapkan waktu mulai penelitian, yaitu pekan kedua bulan Agustus 2009.
4. Menetapkan materi pelajaran (1 kompetensi dasar/KD), yaitu: Melengkapi karya tulis dengan daftar pustaka dan catatan kaki.
5. Menyusun program rencana pembelajaran (RPP) dan pengalokasian waktu
6. Menyiapkan alat tes dan format observasi
7. Menyiapkan contoh karya tulis dan beberapa kartu informasi yang akan dijadikan sebagai media pembelajaran
8. Bekerja sama (kolaborasi) dengan guru lain untuk membantu pelaksanaan observasi dan memberikan masukan dalam refleksi.
• Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan, guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa (dalam kelompok). Selama pembelajaran berlangsung guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk saling berdiskusi, dan guru juga membimbing cara membuat catatan kaki (referensi), dan daftar pustaka serta menyunting karya sendiri atau karya teman. Aktivitas siswa dalam berdiskusi kelopok kecil diamati (diobservasi).
• Tahab Observasi dan Evaluasi
Observasi dan evaluasi dilaksanakan bersama waktunya dengan pelaksanaan tindakan. Observasi ditujukan untuk melihat perkembangan aktivitas siswa dan pelaksanaan mengajar guru selama penelitian berlangsung. Hasil observasi dan evaluasi untuk selanjutnya dijadikan sebagai data analisis dan refleksi.
• Analisis dan Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi dilakukan analisis data dengan cara membandingkan apa yang telah dicapai dari tindakan setiap siklus dengan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari hasil analisis ini selanjutnya akan ditentukan tingkat pencapaian tindakan yang telah dilaksanakan. Selanjutnya, melakukan refleksi guna melihat kekurangan-kekurangan terhadap pelaksanaan sebelumnya, dan sebagai masukan pada pelaksanaan siklus berikutnya.

C. Teknik Analisis Data Penelitian
1. Data hasil tes
Data hasil tes dianalisis dengan acuan ketuntasan pencapaian KKM. Jika 75% siswa menjawab benar suatu butir tes untuk mengukur suatu KKM, maka KKM tersebut tercapai. Kriteria efektivitas pencapaian KKM bila 75% TPK telah tercapai.
2. Data observasi aktivitas siswa
Aktivitas siswa akan dipresentasikan dalam bentuk presentase berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan selama berlangsung proses belajar mengajar. Data aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dicatat dalam setiap kotak pada instrumen-instrumen. Setiap kategori aktivitas dihitung frekuensinya. Frekuensi aktivitas yang akan dianalisis merupakan pelaporan dari pengamat. Untuk menghitung frekuensi rata-rata masing-masing aktivitas kelompok sample pada masing-masing pertemun digunakan rumus:
jumlah frekuensi aktivitas yang muncul pada pertemuan tersebut ………… a1)
banyaknya anggota kelompok yang hadir pada pertemuan tersebut

Prosentase masing-masing aktivitas setiap pertemuan untuk kelompok sample digunakan rumus:
A1 …x100%
Bayaknya kotak yang dapat diisi pada pertemuan tersebut

Sesuai dengan alokasi waktu yang ada pada rencana pembelajaran, maka batasan ideal efektivitas aktivitas siswa adalah sebagai berikut:
• Indikator mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru/teman adalah 15% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator membaca (buku siswa, LKS atau sumber lain yang relevan dengan KBM) adalah 20% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator menulis yang sesuai dengan KBM adalah 25% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator berdiskusi/bertanya antar siswa dan guru adalah 5% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator berdiskusi/bertanya sesama teman adalah 30% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator mengkomunikasikan hasil kelompok adalah 2% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator merangkum jawaban teman kelompok adalah 1% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator perilaku yang tidak relevan dengan KBM adalah 3% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
Berdasarkan batasan ideal efektivitas aktivitas di atas maka kriteria batasan efektivitas aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran seperti yang terlihat pada tabel I.
Tabel 1. Kriteria Batasan Efektivitas Aktivitas
Indikator Kriteria Batasan
Efektivitas ( % )
- Mendengarkan memperhatikan penjelasan guru/teman 10 -20
- Memcaca (buku siswa/LKS) 15 - 25
- Menulis (yang relevan dengan KBM) 20 - 30
- Berdiskusi/bertanya antar siswa dan guru 5 – 10
- Berdiskusi/bertanya sesama siswa 25 - 35
- Mengkomunikasikan hasil kelompok 0 - 5
- Perilaku tidak relevan dengan KBM, misalnya percakapan tidak relevan, mengerjakan sesuatu yang tidak relevan, mengganggu teman. 0 – 5

Bila enam indikator yang di dalamnya harus masuk indikator membaca, menulis, berdiskusi dengan teman memenuhi kriteria batasan efektivitas aktivitas, maka aktivitas siswa adalah baik.
a. Data angket
Respon siswa dianalisis secara deskriptif dalam bentuk persentase dan dikelompokkan pada katagori senang, tidak senang, baru, tidak baru, dan tidak berpendapat. Di samping itu, ingin diketahui tentang minat siswa mengikuti pembelajaran berikutnya dengan pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Untuk keperluan revisi buku siswa. Juga disediakan tempat bagi siswa untuk memberikan komentar tentang keterbacaan bahasa dan penampilan buku. Indikator efektivitas untuk respon siswa adalah senang terhadap komponen pembelajaran dan minat siswa mengikuti pembelajaran berikutnya. Kriteria efektivitas bila rata-rata persentase setiap indikator mencapai lebih atau sama dengan 75%.

D. Kriteria Keberhasilan
Kriteria pencapaian efektivitas pembelajaran kooperatif tipe CIRC mencakup aspek pencapaian TPK, aktivitas siswa, keterampilan kooperatif siswa, respon siswa. Adapun kriteria efektivitas pembelajaran kooperatif tipe CIRC adalah sebagai berikut:
- Ketuntasan pencapaian SKBM, yaitu 75% TPK yang dirumuskan dapat dicapai oleh 65% siswa (karena soal yang digunakan hanya empat buah, maka harus dicapai miniman tiga buah).
- Aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran kooperatif tipe CIRC memenuhi kriteria yang ditetapkan (baik).
- Respon siswa terhadap pembelajaran CIRC positif.
Bila tiga aspek di atas dipenuhi yang di dalamnya harus masuk aspek ketuntasan pencapaian SKBM, maka pembelajaran CIRC dikatakan efektif.
1. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian dibagi atas 2 bagian yaitu :
1) Indikator keberhasilan proses belajar, meliputi:
a. Kegiatan guru adalah pelaksanaan pembelajaran, mengaktifkan dan memotivasi siswa, dan mengarahkan kelompok yang membuat catatan kaki dan daftar pustaka ≥ 75%.
b. Kegiatan siswa adalah aktivitas dan interaksi dalam kelompok.
2) Indikator keberhasilan hasil belajar, yaitu:
a. Keberhasilan individu, yaitu secara klasikal lebih dari 65% siswa memperoleh nilai 75,00 (sesuai SKM)
b. Keberhasilan kelompok, berdasarkan pada nilai perkembangan kelompok dan juga pada penghargaan kelompok (Marpaung, dkk, 2002: 24)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Belajar Siswa
Pelaksanaan tes hasil belajar dilakukan dua kali yakni pre-tes dan post-tes dengan soal yang sama. Pada saat pre-tes diikuti oleh 39 orang siswa, sedangkan pada saat post-tes juga diikuti 39 siswa kelas XI IPA-3. Jadi data penelitian ini berasal dari 39 orang siswa, sehingga data yang dianalisis adalah data dari 39 siswa kelas XI IPA-3 SMA Negeri 95 Jakarta.
Banyak kompetensi dasar (KD) yang tuntas dapat dilihat seperti yang tampak pada tabel 2.
Tabel 2. Pencapaian Ketuntasan KD
No. Indikator Soal Siswa Tuntas Persentase
Siklus 1 2 1 2
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8. Memahami pengertian dan fungsi catatan kaki.
Mengidentifikasi unsur-unsur catatan kaki.
Memahami cara menyusun catatan kaki.
Menyusun catatan kaki.
Memahami pengertian dan fungsi daftar pustaka.
Mengidentifikasi unsur-unsur daftar pustaka.
Memahami cara menyusun daftar pustaka.
Menyusun daftar pustaka.


1



2


27



28


36



37


69



72


92



95

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa banyaknya ketuntasan standar kompetensi mengajar KD menulis catatan kaki yang dicapai oleh proporsi lebih 0,92 siswa adalah 4 buah pada siklus II yang pada siklus I hanya 0,69. KD menulis daftar pustaka dari 0,72 menjadi 0,95 rata-rata kenaikan masing-masing 0,23. Berarti lebih dari 65,00% SKM yang ditetapkan dapat dicapai oleh siswa. Hal ini menunjukkan bahwa melalui pembelajaran pembelajaran CIRC sudah memenuhi syarat untuk mencapai ketuntasan pembelajaran pada KD Melengkapi karya tulis dengan daftar pustaka dan catatan kaki. Dengan demikian, melalui pembelajaran CIRC sudah mencapai kriteria efektif pencapaian SKM, artinya pembelajaran CIRC efektif untuk mengajarkan KD melengkapi karya tulis dengan dengan daftar pustaka dan catatan kaki.

B. Aktivitas Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran
Berdasarkan hasil pengamatan dari obsever mengenai aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Aktivitas Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran CIRC

No.
Kategori Pengamatan Aktivitas Siswa Dalam KBM (%) Rerata
Tiap per-
temuan
Pertemuan ke
I II
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8. Mendengarkan/memperhatikan
Penjelasan guru/teman
Membaca (bukusiswa/LKS)
Menulis (yang relevan KBM)
Berdiskusi/bertanya antar siswa dan Guru
Berdiskusi/bertanya antar siswa
Merangkum jawaban teman/mengkomunikasikan hasil kelompok
Perilaku tidak relevan dengan KBM 10,25
14,00
14,16
20,50
05,00
25,18

02,72
00,42 12,42
15,83
16,33
24,50
09,50
29,00

05,00
00,30 11,33
14, 91
15,24
22,50
07,25
27,09

03,86
00,36

Bila kita perhatikan tabel 4, selama kegiatan pembelajaran secara keseluruhan, sebagian besar rata-rata aktivitas siswa digunakan untuk berdiskusi/bertanya antar siswa yaitu 27,09%, sedang untuk berdiskusi/bertanya antar siswa dan guru hanya 07,25%. Siswa yang menunjukkan perilaku tidak relevan dengan KBM hanya 0,36%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa berpatisifasi aktif dalam belajar dan tidak berprilaku kontra produktif selama KBM berlangsung.

C. Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran
Angket respon terhadap kegiatan pembelajaran dan terhadap perangkat pembelajaran yang dikembangkan, diisi oleh siswa setelah kegiatan pembelajaran selesai. Rangkuman data respon siswa terhadap komponen pembelajaran disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran
No. Aspek Yang Dinilai Respon Siswa (%)
Senang Baru

1.
Pendapat siswa terhadap kegiatan pembelajaran
- Materi pembelajaran
- Lembaran kegiatan siswa (LKS)
- Evaluasi (Sola)
- Suasana belajar di kelas
- Cara penyajian materi oleh guru

85,00
87,00
85,00
92,00
86,00


100,00
100,00
86,46
90,00
85,00

2.
Siswa yang berminat untuk mengikuti pembelajaran berikutnya seperti yang telah diikuti

90,00

Berdasarkan tabel 4 dan kriteria, maka respon siswa terhadap pembelajaran pembelajaran CIRC positif.
Berdasarkan hasil belajar siswa, aktivitas siswa, dan respon siswa, maka dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran CIRC efektif untuk digunakan dalam proses pembelajaran Menulis, KD melengkapi karya tulis dengan dengan daftar pustaka dan catatan kaki.

V. SIMPULAN
Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah: pembelajaran CIRC efektif untuk pembelajaran menulis, KD melengkapi karya tulis dengan daftar pustaka dan catatan kaki di SMA Negeri 95 kelas XI IPA-3, karena:
1. Dengan pembelajaran pembelajaran CIRC pada KD melengkapi karya tulis dengan dengan daftar pustaka dan catatan kaki standar ketuntasan belajar mengajar (SKBM) tercapai.
2. Selama kegiatan pembelajaran, siswa dapat dilibatkan secara aktif dalam belajar.
3. Respon siswa terhadap pembelajaran pembelajaran CIRC positif.

B. Saran
Adapun saran-saran peneliti adalah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang dikembangkan ini efektif terhadap pembelajaran menulis KD melengkapi karya tulis dengan dengan daftar pustaka dan catatan kaki.. Di samping itu, sebaiknya model pembelajaran ini dikembangkan untuk pokok bahasan lain dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
2. Karena kegiatan pembelajaran dalam pembelajaran CIRC siswa terlibat secara aktif, metode ini dapat dijadikan alternatif dalam mengajarkan bahasa Indonesia pada kelas yang siswanya pasif dalam belajar.
3. Karena model pembelajaran ini bukan lagi hal baru, maka sudah saatnya dalam pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pengembangan perangkat pembelajaran seperti penyusunan modul sebaiknya model pembelajaran ini menjadi alternatif pilihan.

C. Rekomendasi
Mengingat sesuai analisis hasil penelitian ini, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC efektif dalam pembelajaran menulis, khususnya melengkapi karya tulis ilmiah dengan daftar pustaka dan catatan kaki. Perlu penelitian lanjutan penerapan CIRC dalam pembelajaran aspek menulis, KD-KD menulis yang lainnya.
Selain itu, perlu juga penelitian lanjutan KD yang berhubungan dengan menulis karya ilmiah menggunakan model pembelajaran berbeda misalnya Countextual Learning (CTL).

DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti. Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan. 1999. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Cetakan kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
DePorter, Bobbi.1999.Quantum Teaching: Orchesrating Student Success. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Gagne, Robert M. 1985. Teori Belajar Conditioning of Learning.
Keraf, Gorys. 1984. Komposisi. Cetakan VII. Ende Flores: Nusa Indah.
Parera, Jos Daniel. 1993. Menulis Tertib dan Sistematik, Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.
Samsuri, 1985. Tata Kalimat. Jakarta: Sastra Hudaya.
Schmuck, Richad A. 1997. Practical Action Research for Change. Illinois: SkyLight Profesional Development.
http:\\.sosok.wordpress.com/2007/01/”Alfy dan Kompor Biji Jarak”
www.blokderi.com
www.sinarharapan.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar