Senin, 20 Juni 2011

Pembelajaran Bahasa Indonesia

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CIRC DALAM KOMPETENSI
MELENGKAPI KARYA ILMIAH DENGAN CATATAN KAKI DAN
DAFTAR PUSTAKA
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI SMA Negeri 95 Jakarta)

Oleh: Mujianto

ABSTRACT

Effectiveness of the Competence Learning Model CIRC Equip Scientific Work with Footnote and Bibliography (Classroom Action Research in Class XI IPA-3 SMAN 95 Jakarta, 2009).
Classroom Action Research (CAR) on SMA 95 Jakarta aims to examine the effectiveness of the implementation of cooperative learning model type Cooperative Introduction Reading and Composition in learning to write scientific papers with remarks complement the foot and a bibliography. Participants were students in grade XI IPA-3 were 39 students and 2 teachers kolaborasin with the class teacher XI. This study used a qualitative approach. Data were collected through observation by researchers and collaborators. The results show the effectiveness of learning using the learning model CIRC improve the effectiveness of 0.92 for the proportion of over KD equip students with the scientific work of footnotes. Although the first cycle of the proportion is only 0.69, an increase of 23%. Similarly, the KD complete with a bibliography of scientific works of 0.95 increased 23%.
Key words: learning, cooperative, footnotes, and bibliography
ABSTRAK
Efektivitas Model Pembelajaran CIRC dalam Kompetensi Melengkapi Karya Ilmiah dengan Catatan Kaki dan Daftar Pustaka (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA SMA Negeri 95 Jakarta, 2009).
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SMA Negeri 95 Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dalam pembelajaran menulis melengkapi karya ilmiah dengan cacatan kaki dan daftar pustaka. Partisipan siswa kelas XI IPA-3 sebanyak 39 orang siswa, dan kolaborasin dengan 2 guru pengajar kelas XI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi oleh peneliti dan kolaborator. Hasil penelitian menunjukkan efektivitas pembelajaran menggunakan model pembelajaran CIRC meningkatkan efektivitas sebesar proporsi lebih 0,92 siswa KD melengkapi karya ilmiah dengan catatan kaki. Meski pada siklus pertama yang proporsinya hanya 0,69 atau meningkat 23%. Begitu pula dalam KD melengkapi karya ilmiah dengan daftar pustaka 0,95 meningkat 23 %.
Kata kunci: Pembelajaran, kooperatif, catatan kaki, dan daftar pustaka
I. PENDAHULUAN
Kompetensi menulis sebagai muara ilmu kemahiran berbahasa disadari memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi, jika dibandingkan dengan kemahiran-kemahiran bahasa yang lain. Apalagi sebagian besar orang awam beranggapan, bahwa menulis merupakan bakat bawaan. Ditambah lagi dengan hilangnya tes mengarang pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dari tingkat dasar sampai pendidikan menengah. Siswa semakin beranggapan kemahiran menulis memerlukan bakat alami, sehingga bagi siswa yang malas berlatih menulis semakin enggan mengembangkan diri di bidang itu.
Kompetensi menulis sebagai kemahiran (keterampilan) sebenarnya bukan bakat bawaan atau keturunan, melainkan suatu keahlian yang dapat dipelajari dan dilatih. Semakin sering intensitas siswa berlatih menulis, semakin terampil atau mahirlah siswa tersebut mengembangkan kompetensi menulis. Anggapan siswa menulis itu sulit, apalagi menulis karya tulis ilmiah semakin dienggani oleh siswa. Bukan hanya siswa, sebagian besar guru juga enggan menulis karya tulis ilmiah.
Hal ini terbukti ribuan guru se-DKI Jakarta yang berpangkat/golongan IVa memilih tidak mengajukan kenaikan kepangkatannya karena terganjal oleh persyaratan pengembangan profesi, yakni wajib menulis karya tulis ilmiah minimal 12 kridit poin. Kalau gurunya saja tidak menguasai kompetensi menulis karya tulis ilmiah, bagaimana ia dapat menularkan kompetensi tersebut. Di kelas XI sekurang-kurangnya terdapat 4 KD yang berhubungan dengan karya tulis ilmiah yaitu: (1) KD 4.3 Melengkapi karya ilmiah dengan daftar pustaka dan catatan kaki, (2) 10.1 Mempresentasikan hasil penelitian secara runtut dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, (3) 10.2 Mengomentari tanggapan orang lain terhadap presentasi hasil penelitian, dan (4) 12.3 Menulis karya ilmiah seperti hasil pengamatan, dan penelitian.
Keempat KD yang berhubungan dengan menulis karya tulis ilmiah tersebut biasanya tidak diajarkan sesuai porsinya. Bahkan siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal karena hanya dibahas secara sekilas. Bagaimana guru tersebut akan menularkan kompetensi menulis karya ilmiah, kalau dirinya sendiri tidak berkopeten menulis karya tulis ilmiah? Bukan tidak mungkin kompetensi siswa dalam KD yang berhubungan dengan menulis karya tulis ilmiah dikembang secara optimal, jika saja guru sebagai vasilitator mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan siswa.
Harus disadari, siswa membutuhkan keterbukaan, kerjasama, dan situasi kondusif yang mampu merangsang mereka mengembangkan, menemukan sendiri konsep, teori, dan kompetensi secara optimal. Seiring perkembangan metode, model, strategi, dan pendekatan pengajaran, model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe Cooperative Integrated Reading and Copocition (CIRC) diyakini sebagai suatu model pembelajaran yang tepat dalam KD ini.
Cooperative learning (CL) Sebagai satu model pembelajaran yang memberikan keterbukaan dan kesempatan luas kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Dari sekian banyaknya strategi dalam pembelajaran kooperatif yang dianggap sesuai dengan standar kompetensi menulis adalah Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Model pembelajaran ini menuntut siswa bekerja sama dalam kelompok kecil atau kooperatif terpadu membaca dan menulis.
Dengan memberikan kesempatan secara terbuka kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dan bekerja sama dalam kegiatan pembelajaran, maka situasi keterbukaan serta tumbuhnya empati sosial dari siswa yang sudah menguasai penyusunan karya tulis terhadap siswa yang belum menguasai, minimal dalam kelompok masing-masing. Sebaliknya siswa yang sudah pandai perlu pengakuan (aktualisasi diri) dengan memberi bantuan kepada yang kurang pandai. Suasana saling keterbukaan dan saling membutuhkan ini akan membawa suasana menyenangkan dalam belajar.
Hal ini sejalan dengan penelitian DePorter dan Hernacki (1992) yang menyatakan bahwa belajar dengan kondisi terbuka dan rasa senang akan menghasilkan hasil belajar yang optimal dibandingkan dengan kondisi yang tertutup dan penuh tekanan. Untuk itu penulis tertarik untuk memilih judul penelitian tentang, ”Efektivitas Model Pembelajaran CIRC dalam Kompetensi Menulis di kelas XI IPA-1 SMA Negeri 95 Jakarta”.

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran CIRC efektif dalam memahami pengertian dan fungsi catatan kaki?
2. Apakah model pembelajaran CIRC efektif dalam menulis catatan kaki?
3. Bagaimana efektivitas model pembelajaran CIRC dalam menyusun daftar pustaka?

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif
Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama (Hamid Hasan, 1996). Dalam kegiaatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar dari anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson, et.al., 1994: Hamid Hasan, 1996).
Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin (1995) mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat hiterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar kelompok bergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.
1. Pengertian Cooperative Learning
Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih yang mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.
Dalam kegiaatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson, et.al., 1994: Hamid Hasan, 1996).
Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin (1994) mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat hiterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar kelompok bergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.
Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih yang mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.
Cooperative Learning lebih dari sekadar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam model cooperative learning harus ada ”struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperativf” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok (Slavin, 1983: Stahl, 1994). Di samping itu, pola hubungan seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk berhasil berdasarkan kemampuan dirinya secara individual dan sumbangsih dari anggota lainnya selama mereka belajar secara bersama-sama dalam kelompok. Stahl (1994) mengatakan bahwa model pembelajaran Cooperative Learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Model pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat, yaitu ”getting better together”, atau raihlah yang lebih baik secara bersama-sama”(Slavin, 1992).
Aplikasinya di dalam pembelajaran di kelas, model pembelajaran ini mengetengahkan realita kehidupan masyarakat yang dirasakan dan dialami oleh siswa dalam kesehariannya, dengan bentuk yang disederhanakan dalam kehidupan kelas. Dalam pembelajaran matematika dikenal dengan pendekatan ”Realistic Matematic Education” (RME atau PMR). Model pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya.
Model pembelajaran cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Cooperative Learning is more effective in increasing motive and performance students (Michaels, 1977). Model pembelajaran Cooperative Learning mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran berlangsung, karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi pembelajaran yang dihadapi.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning, pengembangan kualitas diri siswa terutama aspek afektif siswa dapat dilakukan secara bersama-sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang bersifat kognitif, afektif, maupun konatif (Hamid Hasan, 1996; Kosasih, 1994). Situasi belajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka, dan rileks di antara anggota kelompok memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh dan memberi masukan di antara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran.
Secara umum, pola interaksi yang bersifat terbuka dan langsung di antara anggota kelompok sangat penting bagi siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Hal ini dikerenakan setiap saat mereka akan melakukan diskusi; saling membagi pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan, serta saling mengoreksi antarsesama dalam belajar. Tumbuhnya rasa ketergantungan yang positif di antara anggota kelompok menimbulkan rasa kebersamaan dan kesatuan tekad untuk sukses dalam belajar. Hal ini terjadi karena dalam Cooperative Learning siswa diberikan kesempatan yang memadai untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkannya untuk melengkapi dan memperkaya pengetahuan yang dimiliki dari anggota kelompok lainnya dan guru.
Suasana belajar dan rasa kebersamaan yang tumbuh dan berkembang di antara sesame anggota kelompok memungkinkan siswa untuk memahami dan mengerti materi pembelajaran dengan lebih baik. Proses pengembangan kepribadian yang demikian, juga membantu mereka yang kurang berminat menjadi lebih bergairah dalam belajar (Hamid Hasan, 1996; Kosasih, 1992; Stahl, 1994). Siswa yang kurang bergairah dalam belajar akan dibantu oelh siswa lain yang mempunyai gairah belajar lebih tinggi dan memiliki kemampuan untuk menerapkan apa yang telah dipelajarinya. Suasana belajar seperti itu, di samping proses belajar berlangsung lebih efektif, juga akan terbina nilai-nilai lain (nurturant values) yang sesuai dengan tujuan pendidikan ilmu pengetahuan sosial yakni kepedulian sosial, saling percaya, kesediaan menerima dan memberi, serta ilmu pengetahuan budaya yaitu budaya gotong-royong dan tanggung jawab siswa, baik terhadap dirinya maupun terhadap kelompoknya. Dalam kelompok belajar tersebut, sikap, nilai dan moral dikembangkan secaramendasar (Hasan, 1996). Belajar secara kelompok dalam model pembelajaran ini merupakan miniatur masyarakat yang diterapkan dalam kehidupan di kelas, sehingga akan melatih siswa untuk mengembangkan dan melatih mereka menjadi anggota masyarakat yang baik.
2. Konsep Dasar Cooprative Learning
Dalam menggunakan model Cooperative Learning di dalam kelas, ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru. Kedudukan guru sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran dalam menggunakan model ini harus memperhatikan beberapa konsep dasar yang merupakan dasar-dasar konseptual dalam penggunaan Cooperative Learning. Adapun prinsip-prinsip dasar tersebut menurut Stahl (1994), meliputi sebagai berikut.
a. Perumusan Tujuan Belajar Siswa Harus Jelas
b. Penerimaan yang Menyeluruh oleh Siswa tentang Tujuan Pembelajaran
c. Ketergantungan yang Bersifat Positif
d. Interaksi yang bersifat terbuka
e. Tanggung jawab individu
f. Kelompok bersifat hiterogen
g. Interaksi Sikap dan Perilaku Sosial yang Positif
h. Tindak Lanjut (Follow Up)
i. Kepuasan dalam Belajar
3. Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Cooperative Learning
Langkah-langkah dalam penggunaan model Cooperative Learning secara umum (Stahl; Slavin, 1983) dapat dijelaskan secara operasional sebagai berikut.
1) Langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Di samping itu, guru pun menetapkan sikap dan keterampilan yang diharapkan dikembangkan dan diperhatikan oleh siswa selama berlangsungnya pembelajaran. Guru dalam merancang RPP harus mengorganisasikan materi dan tugas-tugas siswa yang mencerminkan sistem kerja dalam kelompok kecil. Artinya, bahwa secara bersama dalam dimensi kerja dalam kelompok kecil. Artinya, bahwa materi dan tugas-tugas itu adalah untuk dibelajarkan dan dikerjakan secara bersama-sama dalam dimensi kerja kelompok. Untuk memulai pembelajaran, guru harus menjelaskan tujuan dan sikap serta keterampilan sosial yang ingin dicapai dan diperlihatkan oleh siswa selama pembelajaran. Hal ini mutlak harus dilakukan oleh guru, karena dengan demikian siswa tahu dan memahami apa yang harus dilakukannya selama proses pembelajaran berlangsung.
2) Langkah kedua, dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengopservasi kegiatan siswa dalam belajar secara bersama dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam menyampaikan materi guru tidak lagi menyampaikan secara panjang lebar, karena pemahaman dan pendalaman materi tersebut mantinya akan dilakukan siswa ketika belajar secara bersama dalam kelompok. Guru hanya menjelaskan pokok-pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai wawasan dan orientasi yang memadai tentang materi yang diajarkan. Pada saat guru selesai menyajikan materi, langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah menggali pengetahuan dan pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang telah dibelajarkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengkondisikan kesiapan belajar siswa. Berikutnya, guru membimbing siswa untuk membuat kelompok. Pemahaman dan konsepsi guru terhadap siswa secara individual sangat menentukan kebersamaan dari kelompok yang terbentuk. Kegiatan ini dilakukan sambil menjelaskan tugas yang harus dilakukan oleh siswa dalam kelompok masing-masing. Pada saat siswa belajar secara berkelompok, maka guru mulai melakukan monitoring dan mengobservasi kegiatan belajar siswa berdasarkan lembar observasi yang telah dirancang sebelumnya.
3) Langkah ketiga, dalam melakukan observasi terhadap kegiatan siswa, guru mengarahkan dan membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pemberian pujian dan kritik membangun dari guru kepada siswa merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh guru pada saat siswa bekerja dalam kelompoknya. Di samping itu, pada saat kegiatan kelompok berlangsung, ketika siswa terlibat dalam diskusi dalam masing-masing kelompok, guru secara periodik memberikan layanan kepada siswa, baik secara individual maupun secara klasikal.
4) Langkah keempat, guru memberikan kesempatan kepada siswa dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada saat diskusi kelas ini, guru bertindak sebagai moderator. Hal ini dimaksudkan untuk megarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman siswa terhadap materi atau hasil kerja yang telah ditampilkannya. Pada saat presentasi siswa berakhir, guru mengajak siswa untuk melakukan refleksi diri terhadap proses jalanya pembelajaran, dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada atau sikap serta perilaku menyimpang selama proses pembelajaran. Di samping itu pada saat tersebut, guru juga memberikan beberapa penekanan terhadap nilai, sikap, dan perilaku sosial yang dikembangkan dan dilatih oleh siswa. Dalam melakukan refleksi diri ini, guru tetap berperan sebagai fasilitator dan moderator aktif. Artinya, pengembangan ide, saran, dan kritik terhadap proses penmbelajaran harus diupayakan berasal dari siswa, kemudian barulah guru melakukan beberapa perbaikan dan pengarahan terhadap ide, saran, dan kritik yang berkembang. Untuk lebih jelasnya, mekanisme pembelajarn cooperative learning secara umum dapat digambarkan dalam bagan berikut.
Bagan 1
Mekanisme Pembelajaran dengan Model Cooperative Learning
(David Homsby, 1981)


















Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Compositin (CIRC) Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis menurut (Steven & Slavin,1995) adalah sebagai berikut:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang heterogen
2) Guru memberikan wacana/kliping/contoh karya ilmiah sesuai dengan topik pembelajaran
3) Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping/karya ilmiah dan ditulis pada lembar kertas.
4) Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5) Guru membuat kesimpulan bersama.
6) Penutup.
Karena dalam setting pembelajaran bahasa Indonesia standar kompetensi menulis, ”Mengungkapkan informasi dalam bentuk proposal, surat dagang, karya ilmiah” dan kompetensi dasar, “Melengkapi karya tulis dengan daftar pustaka dan catatan kaki”. Sebagai upaya konkrit memfasilitasi siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan dan pengembangan bakat diri secara optimal.
B. Karya Tulis Ilmiah
1. Pengertian Karya ilmiah
Karya tulis ilmiah menurut (Ditjen Dikdasmen Depdikbud, 1999: 10) tulisan yang mempunyai sifat keilmuan. Suatu karya tulis apakah itu berbentuk laporan, makalah, buku maupun terjemahan, baru dapat disebut karya tulis ilmiah apabila sedikitnya memenuhi tiga syarat, yakni:
1) Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah
2) Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode (berpikir) ilmiah
3) Sosok tampilannya sesuai dan telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan keilmuan.
Dengan demikian tulisan berbentuk apa pun yang tidak memenuhi ketiga kriteria di atas, tidak dapat disebut karya tulis ilmiah. Buku-buku fiksi misalnya, makalah-makalah, surat-surat penting dan sebagainya yang tidak memenuhi ketiga kriteria tersebut di atas juga bukan karya ilmiah.
2. Pengertian Catatan Kaki
Setiap karya tulis ilmiah pasti didahului dengan studi pustaka. Ada beberapa alasan orang mengutip pendapat ahli untuk dijadikan rujukan. Tentu saja kutipan atau referensi yang kita rujuk sangat penting dan bermanfaat bagi orang yang menulis maupun pembaca.
Menurut Parera ada lima alasan mengapa kita mengutif, (1) Materi mempunyai kualitas yang tinggi, (2) Materi kutipan merangkumkan satu pokok bahasan yang disetujui atau disnggah, (3) Mengungkapkan satu pendapat atau evaluasi yang menjadi bahan diskusi, (4) Jangan terlalu banyak mengutif kutipan yang terlalu panjang, dan (5) Usahakan membuktikan dengan kata dan dat sendiri sambil tidak lupa menunjukkan sumbernya dalam catatan kaki dan bibliografi nanti.
Unsur-unsur catatan kaki yang menyangkut referensi, sama dengan materi bibliografi; perbedaannya terletak dalam penekanan. Di samping itu ada satu perbedaan penting yaitu selalu mencantumkan halaman, di mana kutipan itu diperoleh. Nama pengarang dalam catatan kaki dicantumkan sesuai dengan urutan biasa yaitu: gelar (kalau ada), nama kecil, nama keluarga. Pada penunjukan yang kedua dan selanjutnya cukup nama singkat missal:Thalib, Keraf, dsb.
Bila terdiri dua atau tiga pengarang disebutkan semua apa adanya, lebih dari tiga, cukup nama pertama, yang lain diganti dengan dkk. Atau at., al.
3. Cara Penulisan Daftar Pustaka
Cara penulisan bibliografi (daftar pustaka) tidak seragam bagi semua bahan referensi, tergantung dari sifat bahan referensi itu. Pokok terpenting yang harus dimasukkan dalam bibliografi adalah:
(1) Nama pengarang, yang dikutip secara lengkap.
(2) Judul buku, termasuk judul tambahannya.
(3) Data publikasi: Penerbit, tempat terbit, tahun terbit, cetakan keberapa, nomor, jilid, dan tebal (jumlah halaman jika perlu).
(4) Untuk sebuah artikel diperlukan pula judul yang bersangkutan, nama majalah, jilid, nomor dan tahun.
Pada prinsipnya setiap kutipan atau rujukan harus ditulis dari mana sumbernya, boleh berbentuk foot note seperti contoh pada halaman ini, atau cara lain block note seperti banyak contoh pada halaman lain dalam tulisan ini. Semua yang ada pada catatan kaki atau block note harus dicatat juga pada daftar pustaka atau bibliografi.

III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMAN 95 Jakarta Jl. Satu Maret, Galur, Kecamatan Kalideres Jakarta Barat. Subyek penelitian (Partisipan) adalah siswa kelas XI/IPA-3, semester I tahun pelajaran 2009/2010, dengan jumlah 39 orang siswa. Kelas XI/IPA-3. Dengan demikian, data diambil dari 39 orang siswa tersebut. Peneliti menetapkan siswa kelas XI IPA-3 sebagai subyek penelitian, karena di kelas tersebut memiliki karakteristik kemampuan akademik siswa yang rendah dibandingkan dengan 2 kelas lainnya IPA-1 dan IPA-2. Kolaborator terdiri dari 2 orang guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang mengajar pada kelas IPA 1 orang dengan kualifikasi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Satu orang lagi guru yang mengajar kelas IPS dengan kualifikasi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Peneliti juga sekaligus pengajar mdi kelas IPA-1 sampai dengan IPA-3.

B. Prosedur Penelitian
1. Gambaran Umum Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang menggunakan pendekatan kualitatif, dan peneliti terlibat langsung selama proses penelitian. Langkah-langkah penelitian tindakan yang digambarkan oleh Lewin (dalam Mc.Niff, 1992: 22) yang berupa siklus spiral yang terdiri dari 4 tahap penelitian, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, serta analisis dan refleksi.
Faktor-faktor yang diteliti untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan adalah (1) faktor siswa, antara lain efektivitas dalam belajar, interaksi antar siswa dalam kelompok, dan (2) faktor guru, antara lain kegiatan guru dalam mengaktifkan siswa, memotivasi siswa, dan mengarahkan kelompok.
Dalam penelitian ini, data dikumpulkan melalui tes dan observasi. Tes yang dilakukan untuk melihat efektivitas belajar siswa. Tes yang dilakukan adalah tes kelompok, artinya setiap kelompok mengerjakan tes tersebut secara bersana-sama. Selanjutnya, hasil tes ini dijadikan sebagai dan perkembangan dan kemajuan hasil belajar siswa/kelompok. Tes yang digunakan berupa tes uraian (essay), dengan tujuan agar tingkat pemahaman siswa dapat dilihat dengan jelas. Observasi dilakukan oleh peneliti terhadap aktivitas siswa, serta interaksi antara siswa dan guru selama proses pembelajaran.
a. Rincian Prosedur Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas ini dibagi beberapa tahap rancangan tindakan, yaitu:
• Tahap Perencanaan
1. Merencanakan jumlah siklus, yaitu 2 siklus.
2. Menetapkan kelas penelitian kelas XI/IPA-3, dan membagi kelompok, yaitu setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 orang. Pembagian kelompok dibedakan atas kemampuan akademik.
3. Menetapkan waktu mulai penelitian, yaitu pekan kedua bulan Agustus 2009.
4. Menetapkan materi pelajaran (1 kompetensi dasar/KD), yaitu: Melengkapi karya tulis dengan daftar pustaka dan catatan kaki.
5. Menyusun program rencana pembelajaran (RPP) dan pengalokasian waktu
6. Menyiapkan alat tes dan format observasi
7. Menyiapkan contoh karya tulis dan beberapa kartu informasi yang akan dijadikan sebagai media pembelajaran
8. Bekerja sama (kolaborasi) dengan guru lain untuk membantu pelaksanaan observasi dan memberikan masukan dalam refleksi.
• Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan, guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa (dalam kelompok). Selama pembelajaran berlangsung guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk saling berdiskusi, dan guru juga membimbing cara membuat catatan kaki (referensi), dan daftar pustaka serta menyunting karya sendiri atau karya teman. Aktivitas siswa dalam berdiskusi kelopok kecil diamati (diobservasi).
• Tahab Observasi dan Evaluasi
Observasi dan evaluasi dilaksanakan bersama waktunya dengan pelaksanaan tindakan. Observasi ditujukan untuk melihat perkembangan aktivitas siswa dan pelaksanaan mengajar guru selama penelitian berlangsung. Hasil observasi dan evaluasi untuk selanjutnya dijadikan sebagai data analisis dan refleksi.
• Analisis dan Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi dilakukan analisis data dengan cara membandingkan apa yang telah dicapai dari tindakan setiap siklus dengan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari hasil analisis ini selanjutnya akan ditentukan tingkat pencapaian tindakan yang telah dilaksanakan. Selanjutnya, melakukan refleksi guna melihat kekurangan-kekurangan terhadap pelaksanaan sebelumnya, dan sebagai masukan pada pelaksanaan siklus berikutnya.

C. Teknik Analisis Data Penelitian
1. Data hasil tes
Data hasil tes dianalisis dengan acuan ketuntasan pencapaian KKM. Jika 75% siswa menjawab benar suatu butir tes untuk mengukur suatu KKM, maka KKM tersebut tercapai. Kriteria efektivitas pencapaian KKM bila 75% TPK telah tercapai.
2. Data observasi aktivitas siswa
Aktivitas siswa akan dipresentasikan dalam bentuk presentase berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan selama berlangsung proses belajar mengajar. Data aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dicatat dalam setiap kotak pada instrumen-instrumen. Setiap kategori aktivitas dihitung frekuensinya. Frekuensi aktivitas yang akan dianalisis merupakan pelaporan dari pengamat. Untuk menghitung frekuensi rata-rata masing-masing aktivitas kelompok sample pada masing-masing pertemun digunakan rumus:
jumlah frekuensi aktivitas yang muncul pada pertemuan tersebut ………… a1)
banyaknya anggota kelompok yang hadir pada pertemuan tersebut

Prosentase masing-masing aktivitas setiap pertemuan untuk kelompok sample digunakan rumus:
A1 …x100%
Bayaknya kotak yang dapat diisi pada pertemuan tersebut

Sesuai dengan alokasi waktu yang ada pada rencana pembelajaran, maka batasan ideal efektivitas aktivitas siswa adalah sebagai berikut:
• Indikator mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru/teman adalah 15% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator membaca (buku siswa, LKS atau sumber lain yang relevan dengan KBM) adalah 20% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator menulis yang sesuai dengan KBM adalah 25% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator berdiskusi/bertanya antar siswa dan guru adalah 5% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator berdiskusi/bertanya sesama teman adalah 30% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator mengkomunikasikan hasil kelompok adalah 2% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator merangkum jawaban teman kelompok adalah 1% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
• Indikator perilaku yang tidak relevan dengan KBM adalah 3% dari seluruh aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
Berdasarkan batasan ideal efektivitas aktivitas di atas maka kriteria batasan efektivitas aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran seperti yang terlihat pada tabel I.
Tabel 1. Kriteria Batasan Efektivitas Aktivitas
Indikator Kriteria Batasan
Efektivitas ( % )
- Mendengarkan memperhatikan penjelasan guru/teman 10 -20
- Memcaca (buku siswa/LKS) 15 - 25
- Menulis (yang relevan dengan KBM) 20 - 30
- Berdiskusi/bertanya antar siswa dan guru 5 – 10
- Berdiskusi/bertanya sesama siswa 25 - 35
- Mengkomunikasikan hasil kelompok 0 - 5
- Perilaku tidak relevan dengan KBM, misalnya percakapan tidak relevan, mengerjakan sesuatu yang tidak relevan, mengganggu teman. 0 – 5

Bila enam indikator yang di dalamnya harus masuk indikator membaca, menulis, berdiskusi dengan teman memenuhi kriteria batasan efektivitas aktivitas, maka aktivitas siswa adalah baik.
a. Data angket
Respon siswa dianalisis secara deskriptif dalam bentuk persentase dan dikelompokkan pada katagori senang, tidak senang, baru, tidak baru, dan tidak berpendapat. Di samping itu, ingin diketahui tentang minat siswa mengikuti pembelajaran berikutnya dengan pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Untuk keperluan revisi buku siswa. Juga disediakan tempat bagi siswa untuk memberikan komentar tentang keterbacaan bahasa dan penampilan buku. Indikator efektivitas untuk respon siswa adalah senang terhadap komponen pembelajaran dan minat siswa mengikuti pembelajaran berikutnya. Kriteria efektivitas bila rata-rata persentase setiap indikator mencapai lebih atau sama dengan 75%.

D. Kriteria Keberhasilan
Kriteria pencapaian efektivitas pembelajaran kooperatif tipe CIRC mencakup aspek pencapaian TPK, aktivitas siswa, keterampilan kooperatif siswa, respon siswa. Adapun kriteria efektivitas pembelajaran kooperatif tipe CIRC adalah sebagai berikut:
- Ketuntasan pencapaian SKBM, yaitu 75% TPK yang dirumuskan dapat dicapai oleh 65% siswa (karena soal yang digunakan hanya empat buah, maka harus dicapai miniman tiga buah).
- Aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran kooperatif tipe CIRC memenuhi kriteria yang ditetapkan (baik).
- Respon siswa terhadap pembelajaran CIRC positif.
Bila tiga aspek di atas dipenuhi yang di dalamnya harus masuk aspek ketuntasan pencapaian SKBM, maka pembelajaran CIRC dikatakan efektif.
1. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian dibagi atas 2 bagian yaitu :
1) Indikator keberhasilan proses belajar, meliputi:
a. Kegiatan guru adalah pelaksanaan pembelajaran, mengaktifkan dan memotivasi siswa, dan mengarahkan kelompok yang membuat catatan kaki dan daftar pustaka ≥ 75%.
b. Kegiatan siswa adalah aktivitas dan interaksi dalam kelompok.
2) Indikator keberhasilan hasil belajar, yaitu:
a. Keberhasilan individu, yaitu secara klasikal lebih dari 65% siswa memperoleh nilai 75,00 (sesuai SKM)
b. Keberhasilan kelompok, berdasarkan pada nilai perkembangan kelompok dan juga pada penghargaan kelompok (Marpaung, dkk, 2002: 24)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Belajar Siswa
Pelaksanaan tes hasil belajar dilakukan dua kali yakni pre-tes dan post-tes dengan soal yang sama. Pada saat pre-tes diikuti oleh 39 orang siswa, sedangkan pada saat post-tes juga diikuti 39 siswa kelas XI IPA-3. Jadi data penelitian ini berasal dari 39 orang siswa, sehingga data yang dianalisis adalah data dari 39 siswa kelas XI IPA-3 SMA Negeri 95 Jakarta.
Banyak kompetensi dasar (KD) yang tuntas dapat dilihat seperti yang tampak pada tabel 2.
Tabel 2. Pencapaian Ketuntasan KD
No. Indikator Soal Siswa Tuntas Persentase
Siklus 1 2 1 2
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8. Memahami pengertian dan fungsi catatan kaki.
Mengidentifikasi unsur-unsur catatan kaki.
Memahami cara menyusun catatan kaki.
Menyusun catatan kaki.
Memahami pengertian dan fungsi daftar pustaka.
Mengidentifikasi unsur-unsur daftar pustaka.
Memahami cara menyusun daftar pustaka.
Menyusun daftar pustaka.


1



2


27



28


36



37


69



72


92



95

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa banyaknya ketuntasan standar kompetensi mengajar KD menulis catatan kaki yang dicapai oleh proporsi lebih 0,92 siswa adalah 4 buah pada siklus II yang pada siklus I hanya 0,69. KD menulis daftar pustaka dari 0,72 menjadi 0,95 rata-rata kenaikan masing-masing 0,23. Berarti lebih dari 65,00% SKM yang ditetapkan dapat dicapai oleh siswa. Hal ini menunjukkan bahwa melalui pembelajaran pembelajaran CIRC sudah memenuhi syarat untuk mencapai ketuntasan pembelajaran pada KD Melengkapi karya tulis dengan daftar pustaka dan catatan kaki. Dengan demikian, melalui pembelajaran CIRC sudah mencapai kriteria efektif pencapaian SKM, artinya pembelajaran CIRC efektif untuk mengajarkan KD melengkapi karya tulis dengan dengan daftar pustaka dan catatan kaki.

B. Aktivitas Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran
Berdasarkan hasil pengamatan dari obsever mengenai aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Aktivitas Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran CIRC

No.
Kategori Pengamatan Aktivitas Siswa Dalam KBM (%) Rerata
Tiap per-
temuan
Pertemuan ke
I II
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8. Mendengarkan/memperhatikan
Penjelasan guru/teman
Membaca (bukusiswa/LKS)
Menulis (yang relevan KBM)
Berdiskusi/bertanya antar siswa dan Guru
Berdiskusi/bertanya antar siswa
Merangkum jawaban teman/mengkomunikasikan hasil kelompok
Perilaku tidak relevan dengan KBM 10,25
14,00
14,16
20,50
05,00
25,18

02,72
00,42 12,42
15,83
16,33
24,50
09,50
29,00

05,00
00,30 11,33
14, 91
15,24
22,50
07,25
27,09

03,86
00,36

Bila kita perhatikan tabel 4, selama kegiatan pembelajaran secara keseluruhan, sebagian besar rata-rata aktivitas siswa digunakan untuk berdiskusi/bertanya antar siswa yaitu 27,09%, sedang untuk berdiskusi/bertanya antar siswa dan guru hanya 07,25%. Siswa yang menunjukkan perilaku tidak relevan dengan KBM hanya 0,36%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa berpatisifasi aktif dalam belajar dan tidak berprilaku kontra produktif selama KBM berlangsung.

C. Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran
Angket respon terhadap kegiatan pembelajaran dan terhadap perangkat pembelajaran yang dikembangkan, diisi oleh siswa setelah kegiatan pembelajaran selesai. Rangkuman data respon siswa terhadap komponen pembelajaran disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Respon Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran
No. Aspek Yang Dinilai Respon Siswa (%)
Senang Baru

1.
Pendapat siswa terhadap kegiatan pembelajaran
- Materi pembelajaran
- Lembaran kegiatan siswa (LKS)
- Evaluasi (Sola)
- Suasana belajar di kelas
- Cara penyajian materi oleh guru

85,00
87,00
85,00
92,00
86,00


100,00
100,00
86,46
90,00
85,00

2.
Siswa yang berminat untuk mengikuti pembelajaran berikutnya seperti yang telah diikuti

90,00

Berdasarkan tabel 4 dan kriteria, maka respon siswa terhadap pembelajaran pembelajaran CIRC positif.
Berdasarkan hasil belajar siswa, aktivitas siswa, dan respon siswa, maka dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran CIRC efektif untuk digunakan dalam proses pembelajaran Menulis, KD melengkapi karya tulis dengan dengan daftar pustaka dan catatan kaki.

V. SIMPULAN
Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah: pembelajaran CIRC efektif untuk pembelajaran menulis, KD melengkapi karya tulis dengan daftar pustaka dan catatan kaki di SMA Negeri 95 kelas XI IPA-3, karena:
1. Dengan pembelajaran pembelajaran CIRC pada KD melengkapi karya tulis dengan dengan daftar pustaka dan catatan kaki standar ketuntasan belajar mengajar (SKBM) tercapai.
2. Selama kegiatan pembelajaran, siswa dapat dilibatkan secara aktif dalam belajar.
3. Respon siswa terhadap pembelajaran pembelajaran CIRC positif.

B. Saran
Adapun saran-saran peneliti adalah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang dikembangkan ini efektif terhadap pembelajaran menulis KD melengkapi karya tulis dengan dengan daftar pustaka dan catatan kaki.. Di samping itu, sebaiknya model pembelajaran ini dikembangkan untuk pokok bahasan lain dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
2. Karena kegiatan pembelajaran dalam pembelajaran CIRC siswa terlibat secara aktif, metode ini dapat dijadikan alternatif dalam mengajarkan bahasa Indonesia pada kelas yang siswanya pasif dalam belajar.
3. Karena model pembelajaran ini bukan lagi hal baru, maka sudah saatnya dalam pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pengembangan perangkat pembelajaran seperti penyusunan modul sebaiknya model pembelajaran ini menjadi alternatif pilihan.

C. Rekomendasi
Mengingat sesuai analisis hasil penelitian ini, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC efektif dalam pembelajaran menulis, khususnya melengkapi karya tulis ilmiah dengan daftar pustaka dan catatan kaki. Perlu penelitian lanjutan penerapan CIRC dalam pembelajaran aspek menulis, KD-KD menulis yang lainnya.
Selain itu, perlu juga penelitian lanjutan KD yang berhubungan dengan menulis karya ilmiah menggunakan model pembelajaran berbeda misalnya Countextual Learning (CTL).

DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti. Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan. 1999. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Cetakan kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
DePorter, Bobbi.1999.Quantum Teaching: Orchesrating Student Success. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Gagne, Robert M. 1985. Teori Belajar Conditioning of Learning.
Keraf, Gorys. 1984. Komposisi. Cetakan VII. Ende Flores: Nusa Indah.
Parera, Jos Daniel. 1993. Menulis Tertib dan Sistematik, Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.
Samsuri, 1985. Tata Kalimat. Jakarta: Sastra Hudaya.
Schmuck, Richad A. 1997. Practical Action Research for Change. Illinois: SkyLight Profesional Development.
http:\\.sosok.wordpress.com/2007/01/”Alfy dan Kompor Biji Jarak”
www.blokderi.com
www.sinarharapan.co.id

Pembelajaran Sastra Indonesia


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI SISWA  MENGAPRESIASI CERPEN

Oleh:  Mujianto

ABSTRACT

Application of Learning Model Jigsaw In Efforts Improving Student Competency appreciate the short story (Classroom Action Research in the Class XII IPS-1 SMA 95 Jakarta, 2009.
Classroom action research aims to reveal the type of the Jigsaw cooperative learning model in improving student competence in appreciating stories. Research subjects (participants) grade XII IPS-1 SMA 95 Jakarta consists of 39 students. The method used was action research with a qualitative approach. Data obtained from kognitive test results and observations. The findings in this study concluded that the application of the type of the Jigsaw cooperative learning enhance students' ability to read short stories from 84% to 98% or an increase of 14%. This shows that through learning learning Jigsaw already qualified for the thoroughness of learning to reach KD: Explaining the intrinsic elements of short stories.

Keywords: Models of learning, Jigsaw, appreciation, short stories

ABSTRAK

Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw Dalam Upaya Meningkatkan Kompetensi Siswa Mengapresiasi Cerpen (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XII IPS-1 SMA Negeri 95 Jakarta,2009.
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengungkap model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam meningkatkan kompetensi siswa dalam mengapresiasi cerpen. Subjek penelitian (partisipan) siswa kelas XII IPS-1 SMA Negeri 95 Jakarta terdiri dari 39 siswa. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dari hasil tes kognitif dan skala sikap. Temuan dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw meningkatkan kemampuan membaca cerpen siswa dari 84% menjadi 98% atau mengalami peningkatan 14%. Hal ini menunjukkan bahwa melalui pembelajaran pembelajaran Jigsaw sudah memenuhi syarat untuk mencapai ketuntasan pembelajaran pada KD:  Menjelaskan unsur intrinsik cerpen.

Kata Kunci: Model pembelajaran, Jigsaw, apresiasi, cerpen





I.    PENDAHULUAN
            Tingkat kemajuan satuan pendidikan harus dilihat secara holistik dari segi siswa yang masuk (input), pembelajaran (proses), dan hasil belajar (output). Sebagus apa pun siswa yang diterima di sekolah itu, bila pembelajarannya kurang baik tidak akan membuahkan hasil belajar yang optimal. Begitu pula sebaliknya, sebagus apa pun proses KBM yang dijalankan, jika siswa yang diterima tingkat kecerdasannya rendah akan sulit mencapai hasil belajar yang optimal.
            Rendahnya standar kompetensi siswa ini menjadi permasalahan setiap tahun bagi sekolah-sekolah regular yang ingin meningkatkan standar mutu lulusan. Permasalahan yang terkait dengan ini, sangat sedikit siswa yang memenuhi kriteria diterima pada jurusan IPA, sedangkan peminatnya banyak. Sebaliknya jurusan IPS peminatnya sedikit, sedangkan siswa yang memenuhi syarat diterima pada jurusan IPS banyak.
Permasalahan berbeda yang dihadapi oleh sekolah-sekolah yang memiliki standar penerimaan siswa dengan nilai tinggi seperti di SMAN 95 Jakarta, seluruh siswa sebenarnya memenuhi syarat nilai masuk ke jurusan IPA, namun daya tampung kelas IPA terbatas sesuai ketentuan jumlah rasio guru mata pelajaran dengan jumlah siswa yang diterima pada jurusan tertentu, sehingga yang dijuruskan ke jurusan IPS merasa belajar tidak sesuai dengan jurusan yang diinginkan atau diminati. Di sisi lain sebagian siswa merasa bisa meraih prestasi optimal tanpa memerlukan bantuan orang lain. Anggapan ini dapat berkembang menjadi sikap individualistis dan egois. Pada tataran tertentu perasaan seperti itu membuat diri siswa kesulitan bersosialisasi, kurang dapat bekerja sama dalam kelompok, dan kurang menghargai orang lain.
Sebuah model pembelajaran yang memberikan kesempatan luas kepada siswa untuk bersosialisasi, bekerja sama dalam kelompok kecil, dan saling bantu untuk menumbuhkan penghargaan kepada orang lain adalah dengan penerapan cooperative learning. Dari sekian banyaknya strategi dalam pembelajaran kooperatif yang dipilih dalam penelitian ini adalah model Jigsaw (Tim Ahli).
Dengan memberikan kesempatan secara terbuka kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dan bekerja sama dalam kegiatan pembelajaran, maka situasi keterbukaan serta tumbuhnya empati sosial dari siswa. Siswa yang sudah tuntas (tim ahli) menularkan  terhadap siswa yang belum menguasai, minimal dalam kelompok masing-masing. Sebaliknya siswa yang pandai perlu pengakuan (aktualisasi diri) dengan memberi bantuan kepada yang kurang pandai. Suasana saling keterbukaan dan saling membutuhkan ini akan membawa suasana menyenangkan dalam belajar. Untuk itu penulis tertarik untuk memilih judul penelitian tentang, ”Meningkatkan Kompetensi Membaca Cerpen Melalui Model Pembelajaran Jigsaw Bagi Siswa Kelas XII IPS-1 SMA Negeri 95 Jakarta.”.

A.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apakah model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan kompetensi siswa mengidentifikasi unsur intrinsik cerpen?
2.      Bagaimana langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw dalam kompetensi siswa menentukan unsur intrinsik cerpen?
3.      Apakah model pembelajaran Jigsaw mampu meningkatkan kompetensi siswa menceritakan kembali isi cerpen?

II.                TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Cerpen
Cerita pendek dijelaskan dalam kamus kesusastraan sebagai cerita yang pendek. Di sini maksudnya terbatas ruang lingkup permasalahan yang dibicarakan. Cerita pendek lebih memusatkan perhatian tokoh utama dengan masalah menonjol yang sedang dihadapinya pada suatu ketika. (Mohamad Ngafenan, 1990: 35)
Menurut Profesor Stewart Beach, lecturer on Short Story Technique, sebagaimana dikutip Mochtar Lubis dalam “Teknik Mengarang” memberikan rumusan sebagai berikut: “Mengingat batas-batasnya maka cerita pendek termasuk bentuk yang paling sederhana dari fiction (pantasi).  Perbedaannya dengan buku roman, cerita pendek kurang tempat untuk memecahkan sesuatu yang ruwet” (Lubis, 1981: 13)
Masih dalam buku yang sama Profesor E.A. Cross dalam A Book of The Short Story mengatakan, “Bersamaan dengan buku roman, cerita pendek adalah suatu kerja fiction. Tetapi berbeda dengan buku roman, effect yang satu-satunya biasanya hanya satu kesan impression, dan bukan satu usaha sengaja mempersatukan berbagai bahan menjadi satu kesatuan.” Sejalan denga itu Henry Scidel Canby dalam kata pengantar The Book of Short Story mengatakan:…”Kesan yang satu ddan hidup, itulah seharusnya hasil dari sebuah cerita pendek….”
Dari beberapa pendapat ahli di atas meskipun sangat sulit memberikan gambaran secara lengkap tentang batasan pengertian cerpen, namun sebagai kerangka konsep pengertian cerita pendek yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu cerita fiksi yang membahas satu masalah tokoh utama dalam cerita tersebut.

B.     Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif atau cooperatif learning pada dasarnya mengacu pada metode pengajaran dengan mengatur siswa bekerja bersama  dalam kelompok kecil yang saling membantu dalam belajar. Banyak metode yang termasuk dalam pembelajaran kooperatif, seperti metode STAD, TGT, TAI, CIRC, dan Jigsaw (Slavin. 1994:24). Namun, umumnya dalam kegiatannya semua metode tersebut melibatkan siswa dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang dengan kemampuan yang berbeda.
1. Pengertian Cooperative Learning
Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama (Hamid Hasan, 1996). Dalam kegiaatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson, et.al., 1994: Hamid Hasan, 1996).
Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin (1994) mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang  mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat hiterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar kelompok bergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.
Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih yang mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.
Cooperative Learning lebih dari sekadar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam model cooperative learning harus ada ”struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperativf” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok (Slavin, 1983: Stahl, 1994). Di samping itu, pola hubungan seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk berhasil berdasarkan kemampuan dirinya secara individual dan sumbangsih dari anggota lainnya selama mereka belajar secara bersama-sama dalam kelompok. Stahl (1994) mengatakan bahwa model pembelajaran Cooperative Learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Model pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat, yaitu ”getting better together”, atau raihlah yang lebih baik secara bersama-sama”(Slavin, 1992).
Aplikasinya di dalam pembelajaran di kelas, model pembelajaran ini mengetengahkan realita kehidupan masyarakat yang dirasakan dan dialami oleh siswa dalam kesehariannya, dengan bentuk yang disederhanakan dalam kehidupan kelas. Dalam pembelajaran matematika dikenal dengan pendekatan ”Realistic Matematic Education” (RME atau PMR). Model pembelajaran ini  memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata  harus diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya.
Model pembelajaran cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Cooperative Learning is more effective in increasing motive and performance students (Michaels, 1977). Model pembelajaran Cooperative Learning mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran berlangsung, karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi pembelajaran yang dihadapi.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning, pengembangan kualitas diri siswa terutama aspek afektif siswa dapat dilakukan secara bersama-sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang bersifat kognitif, afektif, maupun konatif (Hamid Hasan, 1996; Kosasih, 1994). Situasi belajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling  percaya, terbuka, dan rileks di antara anggota kelompok memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh dan memberi masukan di antara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran.
Secara umum, pola interaksi yang bersifat terbuka dan langsung di antara anggota kelompok sangat penting bagi siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Hal ini dikerenakan setiap saat mereka akan melakukan diskusi; saling membagi pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan, serta saling mengoreksi antarsesama dalam belajar. Tumbuhnya rasa ketergantungan yang positif di antara anggota kelompok menimbulkan rasa kebersamaan dan kesatuan tekad untuk sukses dalam belajar. Hal ini terjadi karena dalam Cooperative Learning siswa diberikan kesempatan yang memadai untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkannya untuk melengkapi dan memperkaya pengetahuan yang dimiliki dari anggota kelompok lainnya dan guru.
Suasana belajar  dan rasa kebersamaan yang tumbuh dan berkembang di antara sesame anggota kelompok memungkinkan siswa untuk memahami dan mengerti materi pembelajaran dengan lebih baik. Proses pengembangan kepribadian yang demikian, juga membantu mereka yang kurang berminat menjadi lebih bergairah dalam belajar (Hamid Hasan, 1996; Kosasih, 1992; Stahl, 1994). Siswa yang kurang bergairah dalam belajar akan dibantu oelh siswa lain yang mempunyai gairah belajar lebih tinggi dan memiliki kemampuan untuk menerapkan apa yang telah dipelajarinya. Suasana belajar seperti itu, di samping proses belajar berlangsung lebih efektif, juga akan terbina nilai-nilai lain (nurturant values) yang sesuai dengan tujuan pendidikan ilmu pengetahuan sosial yakni kepedulian sosial, saling percaya, kesediaan menerima dan memberi, serta ilmu pengetahuan budaya yaitu budaya gotong-royong dan tanggung jawab siswa, baik terhadap dirinya maupun terhadap kelompoknya. Dalam kelompok belajar tersebut, sikap, nilai dan moral dikembangkan secaramendasar (Hasan, 1996). Belajar secara kelompok dalam model pembelajaran ini merupakan miniatur masyarakat yang diterapkan dalam kehidupan di kelas, sehingga akan melatih siswa untuk mengembangkan dan melatih mereka menjadi anggota masyarakat yang baik.
2. Konsep Dasar Cooprative Learning
            Dalam menggunakan model Cooperative Learning di dalam kelas, ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru. Kedudukan guru sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran dalam menggunakan model ini harus memperhatikan beberapa konsep dasar yang merupakan dasar-dasar konseptual dalam penggunaan Cooperative Learning. Adapun prinsip-prinsip dasar tersebut menurut Stahl (1994), meliputi sebagai berikut.
a.       Perumusan Tujuan Belajar Siswa Harus Jelas
b.      Penerimaan yang Menyeluruh oleh Siswa tentang Tujuan Pembelajaran
c.       Ketergantungan yang Bersifat Positif
d.      Interaksi yang bersifat terbuka
e.       Tanggung jawab individu
f.       Kelompok bersifat hiterogen
g.      Interaksi Sikap dan Perilaku Sosial yang Positif
h.      Tindak Lanjut (Follow Up)
i.        Kepuasan dalam Belajar
3.            Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Cooperative Learning
Langkah-langkah dalam penggunaan model Cooperative Learning secara umum (Stahl; Slavin, 1983) dapat dijelaskan secara operasional sebagai berikut.
1)      Langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Di samping itu, guru pun menetapkan sikap dan keterampilan yang diharapkan dikembangkan dan diperhatikan oleh siswa selama berlangsungnya pembelajaran. Guru dalam merancang RPP harus mengorganisasikan materi dan tugas-tugas siswa yang mencerminkan sistem kerja dalam kelompok kecil. Artinya, bahwa secara bersama dalam dimensi kerja dalam kelompok kecil. Artinya, bahwa materi dan tugas-tugas itu adalah untuk dibelajarkan dan dikerjakan secara bersama-sama dalam dimensi kerja kelompok. Untuk memulai pembelajaran, guru harus menjelaskan tujuan dan sikap serta keterampilan sosial yang ingin dicapai dan diperlihatkan oleh siswa selama pembelajaran. Hal ini mutlak harus dilakukan oleh guru, karena dengan demikian siswa tahu dan memahami apa yang harus dilakukannya selama proses pembelajaran berlangsung.
2)      Langkah kedua, dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengopservasi kegiatan siswa dalam belajar secara bersama dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam menyampaikan materi guru tidak lagi  menyampaikan secara panjang lebar, karena pemahaman dan pendalaman materi tersebut mantinya akan dilakukan siswa ketika belajar secara bersama dalam kelompok. Guru hanya menjelaskan pokok-pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai wawasan dan orientasi yang memadai tentang materi yang diajarkan.
Pada saat guru selesai menyajikan materi, langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah menggali pengetahuan dan pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang telah dibelajarkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengkondisikan kesiapan belajar siswa. Berikutnya, guru membimbing siswa untuk membuat kelompok. Pemahaman dan konsepsi guru terhadap siswa secara individual sangat menentukan kebersamaan dari kelompok yang terbentuk. Kegiatan ini dilakukan sambil menjelaskan tugas yang harus dilakukan oleh siswa dalam kelompok masing-masing. Pada saat siswa belajar secara berkelompok, maka guru mulai melakukan monitoring dan mengobservasi kegiatan belajar siswa berdasarkan lembar observasi yang telah dirancang sebelumnya.
3)      Langkah ketiga, dalam melakukan observasi terhadap kegiatan siswa, guru mengarahkan dan membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pemberian pujian dan kritik membangun dari guru kepada siswa merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh guru pada saat siswa bekerja dalam kelompoknya. Di samping itu, pada saat kegiatan kelompok berlangsung, ketika siswa terlibat dalam diskusi dalam masing-masing kelompok, guru secara periodik memberikan layanan kepada siswa, baik secara individual maupun secara klasikal.
4)      Langkah keempat, guru memberikan kesempatan kepada siswa dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada saat diskusi kelas ini, guru bertindak sebagai moderator. Hal ini dimaksudkan untuk megarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman siswa terhadap materi atau hasil kerja yang telah ditampilkannya. Pada saat presentasi siswa berakhir, guru mengajak siswa untuk melakukan refleksi diri terhadap proses jalanya pembelajaran, dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada atau sikap serta perilaku menyimpang selama proses pembelajaran.
Di samping itu pada saat tersebut, guru juga memberikan beberapa penekanan terhadap nilai, sikap, dan perilaku sosial yang dikembangkan dan dilatih oleh siswa. Dalam melakukan refleksi diri ini, guru tetap berperan sebagai fasilitator dan moderator aktif. Artinya, pengembangan ide, saran, dan kritik terhadap proses penmbelajaran harus diupayakan berasal dari siswa, kemudian barulah guru melakukan beberapa perbaikan dan pengarahan terhadap ide, saran, dan kritik yang berkembang.
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran cooperative tipe Jigsaw (tim ahli) adalah sebagai berikut:
1)      Membentuk kelompok yang anggotanya 4 -5  orang yang heterogen,
2)      Guru memberikan cotoh laporan hasil penelitian ditayangkan menggunakan LCD dalam bentuk power point.
3)      Siswa bekerjasama saling bantu dalam menyusun laporan hasil penelitian
4)      Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
5)      Tiap orang dalam tim membaca bagian materi yang ditugaskan
6)      Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka.
7)      Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok masing-masing.
8)      Siswa  bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
9)      Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
10)  Guru memberikan evaluasi.
Sebagai upaya konkrit memfasilitasi siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan dan pengembangan bakat diri secara optimal, 2 minggu sebelum penelitian tindakan ini dilakukan, siswa ditugaskan membaca materi cerpen yang akan didiskusikan. Langkah-langkah menyusun laporan diskusi adalah sebagai berikut:
1) Topik atau masalah yang didiskusikan
2) Tujuan diskusi.
3) Pelaksana dan peserta diskusi
·      Tiap orang dalam tim mendapat bagian tugas materi yang berbeda
·      Tiap orang dalam tim membaca bagian materi yang ditugaskan
·      Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan bagian mereka.
·      Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok masing-masing.
·      Siswa bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
·      Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
4) Materi diskusi cerpen, ”Pilol Bejo”.
5) Tempat, waktu dan hasil diskusi.
·   Guru memberikan evaluasi dan refleksi bersama-sama dengan siswa.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative Learning) adalah model atau strategi pembelajaran yang mengatur siswa belajar dalam kelompok kecil yang hiterogen dengan memberikan kesempatan kepada siswa sebagai subyek yang belajar untuk menemukan sendiri pengertian, teori dan pokok-pokok isi materi yang diajarkan. Dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengekploatasi kemampuan yang dimiliki, maka diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.


III.              METODOLOGI  PENELITIAN
A.    Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 95 Jakarta. Subyek penelitian adalah siswa kelas XII/IPS-1 pada semester genap tahun pelajaran 2008/2009, dengan jumlah 39 siswa.
Peneliti menetapkan siswa kelas XII IPS-1 dari 5 kelas IPS 1 s.d. IPS-5 sebagai subyek penelitian, karena di kelas tersebut memiliki karakteristik kemampuan akademik yang kurang merata. Mereka ada yang memang benar-benar berminat pada jurusan IPS, sehingga belajarnya bersungguh-sungguh dan ada beberapa siswa yang sama sekali tidak berminat memilih jurusan IPS, sehingga pola belajarnya kurang bersungguh-sungguh.  Diharapkan dengan pembelajaran kooperatif  ini siswa dapat bekerja dengan kelompok masing-masing, bersosialisasi dan saling bantu untuk mencapai prestasi bersama secara optimal.

B.     Prosedur Penelitian
1.                  Gambaran Umum Penelitian
Penelitian tindakan kelas yang menggunakan pendekatan kualitatif, dan peneliti terlibat langsung selama proses penelitian. Langkah-langkah penelitian tindakan yang digambarkan oleh Lewin (dalam Mc.Niff, 1992: 22) yang berupa siklus spiral yang terdiri dari 4 tahap penelitian, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, serta analisis dan refleksi.
Faktor-faktor yang diteliti untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan adalah (1) faktor siswa, antara lain efektivitas dalam belajar, interaksi antar siswa dalam kelompok, dan (2) faktor guru, antara lain kegiatan guru dalam mengaktifkan siswa, memotivasi, dan mengarahkan kelompok.
Dalam penelitian ini, data dikumpulkan melalui tes dan observasi. Tes yang dilakukan untuk melihat efektivitas belajar siswa. Tes yang dilakukan adalah tes kelompok, artinya setiap kelompok mengerjakan tes tersebut secara bersana-sama. Selanjutnya, hasil tes ini dijadikan sebagai data dan perkembangan kemajuan hasil belajar siswa/kelompok. Tes yang digunakan berupa tes lisan (presentasi), dengan tujuan agar tingkat kompetensi siswa dalam berbicara dapat dilihat dengan jelas. Observasi dilakukan oleh peneliti terhadap aktivitas siswa, serta interaksi antara siswa dan guru selama proses pembelajaran.
a.      Rincian Prosedur Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas ini dibagi beberapa tahap rancangan tindakan, yaitu:
·         Tahap Perencanaan
1.         Merencanakan jumlah siklus, yaitu 2 siklus.
2.         Menetapkan kelas penelitian kelas XII/IPS-1, dan membagi kelompok, yaitu setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 orang. Pembagian kelompok dibedakan atas kemampuan akademik.
3.         Menetapkan waktu mulai penelitian, yaitu pekan kedua bulan  Maret 2008 s.d. selesai.
4.         Menetapkan materi pelajaran (satu kompetensi dasar/ KD), yaitu: Menjelaskan unsur-unsur intrinsik cerpen.
5.         Menyusun program rencana pembelajaran (RPP) dan pengalokasian waktu penelitian.
6.         Menyiapkan alat tes (format observasi kelengkapan laporan hasil diskusi kelompok)
7.         Menyiapkan contoh cerita pendek (Cerpen).
8.   Bekerja sama (kolaborasi) dengan guru lain untuk membantu pelaksanaan observasi dan nara sumber memberikan masukan dalam refleksi.
·         Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan, siswa dibagi dalam kelompok kecil dan bekerja sama (kooperative learning) membuat laporan hasil penelitian. Selama pembelajaran berlangsung guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk saling berdiskusi, dan guru juga membimbing cara menyusun presentasi laporan hasil penelitian. Aktivitas siswa dalam berdiskusi kelopok kecil diamati (diobservasi).
·         Tahab Observasi dan Evaluasi
Observasi dan evaluasi dilaksanakan bersama waktunya dengan pelaksanaan tindakan. Observasi ditujukan untuk melihat perkembangan aktivitas siswa dan pelaksanaan mengajar guru selama penelitian berlangsung. Hasil observasi dan evaluasi untuk selanjutnya dijadikan sebagai data analisis dan refleksi.
·         Analisis dan Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, dilakukan analisis data dengan cara membandingkan apa yang telah dicapai dari tindakan setiap siklus dengan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari hasil analisis ini selanjutnya akan ditentukan tingkat pencapaian tindakan yang telah dilaksanakan. Selanjutnya, melakukan refleksi guna melihat kekurangan-kekurangan terhadap pelaksanaan sebelumnya, dan sebagai masukan pada pelaksanaan siklus berikutnya.

C.    Teknik Analisis Data
1.                  Data hasil tes
Data hasil tes dianalisis dengan acuan pencapaian SKM. Jika 75% siswa menjawab benar suatu butir tes, atau mampu melaksanakan setiap butir indicator dengan benar, maka SKM tersebut tercapai. Kriteria keberhasilan pembelajaran bila 75% siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
2.                  Data observasi aktivitas siswa
Aktivitas siswa akan dipresentasikan dalam bentuk presentase berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan selama berlangsung proses belajar mengajar. Data aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dicatat dalam setiap kotak pada instrumen-instrumen. Setiap kategori  aktivitas dihitung frekuensinya. Frekuensi aktivitas yang akan dianalisis merupakan pelaporan dari partisipan/observer.
D. Kriteria Keberhasilan
Kriteria keberhasilan pencapaian pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mencakup aspek pencapaian Standar Kompetensi Minimal (SKM), aktivitas siswa, keterampilan kooperatif siswa partisipasi aktif dalam diskusi kelompok. Adapun kriteria efektivitas pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai berikut:
-                      Ketuntasan pencapaian SKM, yaitu  85%  yang dirumuskan dapat dicapai oleh 75% siswa (karena indikator yang harus dicapai hanya dua buah yang dijabarkan menjadi 7 soal, maka harus dicapai miniman 6 soal dari 34 subyek).
-                      Aktivitas prilaku siswa selama kegiatan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memenuhi kriteria yang ditetapkan (baik), maka pembelajaran Jigsaw dikatakan efektif.
1.            Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian dibagi atas 2 bagian yaitu :
1)                        Indikator keberhasilan proses belajar, meliputi:
a. Kegiatan guru adalah pelaksanaan pembelajaran, mengaktifkan dan memotivasi siswa, dan mengarahkan kelompok dalam membaca, menjelaskan unsur intrinsik cerpen  ≥ 75%.
b.                  Kegiatan siswa adalah aktivitas dan interaksi dalam kelompok.
2)                  Indikator keberhasilan hasil belajar, yaitu:
a.                         Keberhasilan individu, yaitu secara klasikal lebih dari 75% siswa memperoleh nilai  ≥ 75,00 (sesuai SKM)
b.                        Keberhasilan kelompok, berdasarkan pada nilai perkembangan kelompok dan juga pada penghargaan kelompok (Marpaung, dkk, 2002: 24)

IV.             HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil Belajar Siswa
Aspek yang dinilai untuk mengukur kompetensi siswa terdiri dari dua ranah yakni: a) Pengetahuaan (kognitif) dan b) Hasil observasi perilaku siswa (psikomotarik). Pada saat diskusi berlangsung diikuti oleh seluruh siswa, yakni 39 siswa kelas XII IPS-1. Jadi yang dianalisis adalah data dari 39 siswa kelas XII IPS-1 SMA Negeri 95 Jakarta.
1.                  Hasil penilaian pengetahuan (Kognitif)
Banyak indikator KD menjelaskan unsur-unsur intrinsik cerpen yang tuntas pada siklus 1 dapat dilihat seperti yang tampak pada tabel 1.


Tabel 1. Pencapaian Ketuntasan KD Pada Siklus I
No.
Indikator
Nomor
Soal
Banyak Siswa
Tuntas
Persentase
1.






2.
Mengidentifikasikan unsur-unsur intrinsik cerpen:
a.                   Tema
b.                  Penokohan
c.                   Alur
d.                  Latar
e.                   Sudut pandang
f.                   Amanat


Menuliskan ringkasan isi cerita.

1
2
3
4
5
6
7

28
29
36
38
35
37
27

0,72
0,74
0,92
0,97
0,70
0,95
0,69
3.
Rerata nilai


0,84



  Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa banyaknya ketuntasan indikator standar kompetensi mengajar yang dicapai oleh proporsi kurang dari atau sama dengan 0,85 siswa adalah 4 buah, 3 butir indikator yang proporsinya mencapai diatas 0,85. Dengan rerata proporsi 84,00% SKM yang ditetapkan dapat dicapai oleh siswa. Sisanya pada siklus I belum mencapai SKM yang ditetapkan.
Namun pada siklus II setelah 1 sampai 2 pekan berlangsung anggota kelompok ditukar. Ini dilakukan setelah diadakan refleksi siklus I dan analisis ketuntasan KD per indikator, maka siswa anggota kelompok yang sudah tuntas pada indikator dan nomor soal tertentu digabungkan dengan anggota kelompok siswa yang belum tuntas indikator dan nomor soal yang sama. Ini berguna untuk penularan ketuntasan dari siswa yang sudahn tuntas indicator soal tertentu kepada siswa yang belum tuntas pada indicator dan nomor soal yang sama.
Selain itu, pertukaran anggota kelompok dilakukan guna menghindari kejenuhan atau penyegaran agar terjadi penyegaran pembelajaran. Adapun hasil evaluasi kemampuan kognitif dan psikomotorik pada siklus II dapat dijelaskan pada table 2  berikut ini:


 Tabel 2. Pencapaian Ketuntasan KD Pada Siklus II
No.
Indikator
Nomor
Soal
Banyak Siswa
Tuntas
Persentase
1.





2.
Mengidentifikasikan unsur-unsur intrinsik cerpen:
g.                  Tema
h.                  Penokohan
i.                    Alur
j.                    Latar
k.                  Sudut pandang
l.                    Amanat
Menuliskan ringkasan isi cerita.

1
2
3
4
5
6
7

37
38
39
39
38
38
39

0,92
0,97
1,00
1,00
0,97
0,97
1,00
3.
Rerata nilai


0,98



Dengan demikian, penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw meningkatkan kemampuan membaca cerpen siswa dari 84% menjadi 98%. Hal ini menunjukkan bahwa melalui pembelajaran pembelajaran Jigsaw sudah memenuhi syarat untuk mencapai ketuntasan pembelajaran pada KD:  Menjelaskan unsur intrinsik cerpen.
   Dengan demikian, melalui pembelajaran Jigsaw sudah mencapai meningkatkan pencapaian SKM 13,34%, artinya pembelajaran Jigsaw efektif untuk meningkatkan kompetensi kognitif dan psikomotorik pada KD Menjelaskan unsur intrinsik cerpen.
2.                  Hasil penilaian pengetahuan (Kognitif)
Untuk melihat efektivitas pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dari penilaian perilaku dapat dilihat pada hasil observasi siswa pada saat diskusi kelompok dalam tabel  berikut:



Tabel 3. Hasil Observasi Prilaku Siswa dalam Diskusi Kelompok
NO.
Kegiatan
Banyak Siswa dalam Siklus
Prosen-
Tase dalam %
I
II
I
II
1.
Membaca
36
20
92
51
2.
Menulis
29
38
74
97
3
Menanggapi
30
39
77
100
4
Menghargai
15
36
64
92

Rerata


77
85



Berdasarkan Tabel 3 di atas, pada siklus I dalam diskusi kelompok sebagian besar siswa membaca yakni 36 orang atau 92% aktivitas diskusi digunakan untuk membaca. Pada siklus II menurun dari 36 siswa tinggal 20 siswa yang melakukan kegiatan membaca pada saat diskusi berlangsung. Kegiatan menulis hasil diskusi pada siklus I terdapat 29 orang atau 74 % meningkat menjadi 38 siswa atau meningkat dari 77% menjadi 100% atau meningkat 23% pada siklus II. Rerata seluruh kegiatan mengalami peningkatan dari 77% siklus I menjadi 85%  pada siklus II atau mengalami peningkatan 8,23%.

B.     Pembahasan
Dari uraian hasil penelitian di atas, menunjukan bahwa model pembelajaran Jigsaw yang diterapkan dalam KD menjelaskan unsur  intrinsik cerpen dinilai berhasil meningkatkan hasil belajar siswa baik dari ranah kognitif maupun psikomotorik. Hal ini terlihat dari peningkatan hasil penilaian menggunakan tes pengetahuan (kognitif) dan dari partisipasi aktif siswa selama diskusi berlangsung baik pada siklus I maupun  siklus II.
Namun sekeras apa pun upaya penulis untuk melaksanakan penelitian ini sebaik mungkin, tetap saja ada beberapa kelemahan dalam penelitian ini, antara lain: 1) faktor guru sebagai partisipan tidak diobservasi mengingat sulitnya mencari patner untuk kolaborasi, 2) hasil penelitian ini hanya berlaku pada kelas yang diteliti. Dengan kata lain tidak dapat digeneralisasikan, karena menjadi ciri khas penelitian tindakan kelas mengabaikan sampel dan lebih mementingkan proses daripada hasil.

V.       SIMPULAN
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Pembelajaran Jigsaw berhasil meningkatkan SKM untuk standar kompetensi membaca memahami wacana sastra puisi dan cerpen, KD Menjelaskan unsur intrinsik cerpen di kelas XII IPS-1 SMA Negeri 95 Jakarta.
2.      Model pembelajaran Jigsaw juga meningkatkan kerjasama dan perilaku menghargai orang lain dalam diskusi.
3.      Selama kegiatan pembelajaran, siswa dapat terlibat secara aktif dalam belajar.
Adapun saran-saran peneliti adalah sebagai berikut :
1)      Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang dikembangkan ini efektif terhadap pembelajaran  standar kompetensi membaca memahami wacana sastra puisi dan cerpen KD Menjelaskan unsur intrinsik cerpen. Untuk itu dapat dijadikan alternatif model atau strategi pembelajaran.
2)      . Di samping itu, sebaiknya model pembelajaran ini dikembangkan untuk pokok bahasan lain dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
3)      Karena model pembelajaran ini bukan lagi hal baru, maka sudah saatnya dalam pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pengembangan perangkat pembelajaran seperti penyusunan modul sebaiknya model pembelajaran ini menjadi alternatif pilihan.
Rekomendasi yang dihasilkan setelah tindakan dalam penelitian ini antara lain: Guru hendaknya menerapkan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) model Jigsaw, terutama dalam standar kompetensi membaca memahami wacana sastra puisi dan cerpen.
Selain itu, terutama di kelas XII IPS-1 penerapan pembelajaran kooperatif dengan kerja dalam kelompok kecil efektif untuk melatih siswa bersosialisasi dengan teman, menumbuhkan rasa solidaritas kelompok,  perilaku menghargai pendapat orang lain, dan pencapaian hasil belajar optimal secara kolektif.



DAFTAR PUSTAKA


Akhadiah, Sabarti. Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan. 1999. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Cetakan kedua. Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Kurikulum Standar Isi Bahasa 
  Indonesia.  Jakarta: Depdiiknas.

Gagne, Robert M. 1985. Teori Belajar Conditioning of Learning.

Hatikah, Tika dan Mulyanis.  2004. Membina Kompetensi Berbahasa dan   Sastra Indonesia I A. Bandung: Grafindo Media Pratama.

Hatikah, Tika dan Mulyanis. 2006. Basis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Keraf, Gorys. 1984. Komposisi. Cetakan VII. Ende Flores: Nusa Indah.

Lubis, Mochtar. 1981.Teknik Mengarang. Jakarta: Kurnia Esa.

Mafrukhi, dkk. 2007. Kompeten Berbahasa Indonesia Untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga.

Manurung, M. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
           
Ngafenan, Muhamad. 1990. Kamus Kesusastraan. Semarang: Dahara Prize.

Parera, Jos Daniel. 1988. Belajar Mengemukakan Pendapat, Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.

Samsuri, 1985. Tata Kalimat. Jakarta: Sastra Hudaya.

Schmuck, Richad A. 1997. Practical Action Research for Change. Illinois: SkyLight Profesional  Development.

Solihatin, Etin., dan Rahatjo. 2005. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.


Lampiran 1

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (1)


Mata Pelajaran                          : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester             : XII/1
Pertemuan Ke-              : 2
Model                             : Jigsaw (Tim Ahli)
Alokasi Waktu                           : 2 x 45 menit

Membaca Cerpen
Standar Kompetensi    : Membaca
      Memahami  wacana sastra puisi dan cerpen
Kopetensi Dasar
           Menjelaskan unsur-unsur intrinsik cerpen
 Indikator   
   Siswa dapat:
·      Menceritakan kembali isi cerpen
·      Menjelaskan unsur-unsur intrinsik cerpen (tema, alur, sudut pandang, latar, penokohan, dan  amanat.

I. Tujuan Pembelajaran           
            Siswa dapat menceritakan isi cerpen yang dibacanya dan menyebutkan unsur-unsur 
             intrinsik cerpen tersebut.
II. Materi Ajar              
A.     Materi Pokok
1. Contoh cerpen “Kisah Pilot Bejo”
            2Unsur-unsur intrinsi cerpen:
                 Tema, penokohan, alur, latar/ setting, sudut pandang (piont ofview), amanat

     B. Uraian materi pokok :
          Tema adalah dasar cerita yang menjiwai seluruh karangan.
Penokohan adalah bagaimana sang pengarang memberikan watak terhadap tokoh cerita, apakah tokoh itu baik, jahat, cerewet, bijaksana, dan lain-lain.
Alur atau plot adalah urutan peristiwa atau kejadian dalam cerita. Alur ini terbagi menjadi tiga jenis ,yaitu alur maju, alur mundur atau sorot balik, dan alur gabung. Alur maju adalah alur cerita jika peristiwa itu dimulai dengan kejadian pada suatu masa, kemudian beranjak terus maju sampai selesai, atau diceritakan secara kronologis. Sedangkan, Alur mundur atau sorot balik berlaku sebaliknya yaitu berangkat dari peristiwa pada suatu masa, lalu mengulang peristiwa sebelumnya. Alur gabung adalah alur gabungan antara alur maju dan alur mundur. Cerita dimulai dengan peristiwa pada waktu tertentu, kemudian mengulang peristiwa sebelumnya, dan kembali lagi pada masa tertentu itu. 
Latar atau setting adalah tempat, waktu, atau keadaan alam atau cuaca terjadinya suatu peristiwa dalam cerita itu
Sudut pandang (point of view) adalah bagaimana cara pengarang menempatkan atau memperlakukan dirinya dalam cerita yang ditulisnya. Apakah ia bertindak sebagai tokoh utama? Apakah ia hanya berperan sebagai pengamat saja? Apakah dia hanya bertindak sebagai penonton?
 Sudut pandang ini dapat dibedakan menjadi dua pola utama, yakni 1) pola orang pertama dan 2) pola orang ketiga. Pola orang pertama biasanya mempergunakan kata ganti aku, saya, dan kami.
Dalam pola orang pertama kedudukan pengarang dapat dikategorikan menjadi tiga macam yaitu: a) pengarang sebagai tokoh utama, b) pengarang sebagai pengamat tidak langsung, dan c) pengarang sebagai pengamat langsung.
Pola orang ketiga secara eksplisit memakai kata ganti dia, ia, atau nama orang. Dalam pola ini pengarang tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam peristiwa yang terjadi pada cerita tersebut. Pengarang dapat diibaratkan sebagai dalang.
Amanat adalah pesan-pesan pengarang yang ingin disampaikan kepada para pembaca. Pesan-pesan tersebut ada yang tersurat dan ada pula yang tersirat.
Sebagai bahan pelatihan, bacalah cerita pendek berikut dengan saksama!

III. Metode Pembelajaran      
             Penugasan, diskusi,  dan Tanya-Jawab

IV. Langkah-langkah Pembelajaran:     :
Kegiatan pembelajaran ini menggunakan pendekatan pembelajaran Jigsaw dengan model TIM Ahli. Model ini dikembangkan oleh Aronson, Baney, Stephen, Sikes, dan Snapp pada tahun 1995.
Komponen- komponen model Tim Ahli adalah:
1.            Pembelajaran
2.            Kelompok diskusi
3.            Presentasi hasil diskusi
4.            Pemberian evaluasi



        A. Pembelajaran
       1. kegiatan Awal
           Pada awal kegiatan pembelajaran guru menginformasikan kompetensi 
           dasar yang harus dicapai siswa. Kemudian guru membagikan LKS yang di  
           dalamnya terdapat cerpen “ Kisah Pilot Bejo” dan meminta siswa membaca naskah 
           tersebut dalam hati

        2. Kegiatan Inti
            a. Kelompok Diskusi
Setelah siswa membaca cerpen “Kisah Pilot Bejo”, guru membagi siswa  
menjadi 8 kelompok, masing-masing beranggotakan 5 orang. Tiap siswa
dalam   kelompok diberi bagian materi yang akan didiskusikan dalam
kelompok. Misalnya, si A diberikan tugas untuk membahas tema , si B
membahas penokohan, dan si C menentukan latar yang terkandung dalam
cerpen.
Anggota dari masing kelompok yang telah diberikan tugas materi 
             yang sama dalam diskusi kelompok bertemu dalam kelompok baru 
            (kelompok ahli) untuk  mendiskusikan materi tersebut. Misalnya, (1) 
             kelompok yang membicarakan tema, (2) kelompok yang 
             membicarakan penokohan, dan (3) kelompok yang membahas latar.
2.       Masing-masing kelompok ahli mendiskusikan materi yang telah 
diberikan guru, yakni mendiskusikan: (1) tema, (2) penokohan, (3)
              alur, (4) sudut pandang, (5)latar, (6) iasr, (7) nilai-nilai, dan (8) 
              kaitannya dengan kehidupan masa kini.
Setelah kelompok ahli berdiskusi atau menemukan kesepakatan 
              bersama, masing-masing kembali pada kelompok semula untuk
              menyampaikan hasil pembicaraan dengan tim ahli.

                 b. Presentasi Hasil Diskusi
1.       Secara bergiliran kelompok ahli mempresentasikan hasil diskusinya, 
misalnya kelompok ahli  tema, kelompok ahli penokohan, dan  kelompok ahli  latar.
2.       Kelompok ahli lain memberikan tanggapan.

Guru Memberikan Evaluasi
                       Selama berdiskusi berlangsung, guru memberikan penilaian terhadap
                       siswa baik secara individu maupun secara kelompok.
  
3.  Kegiatan Akhir
Setelah pembelajaran selesai, siswa dengan dibantu guru, menyimpulkan hasil pembelajaran. Misalnya, siswa merumuskan tema, mendeskripsikan penokohan, menetukan latar, sudut pandang, amanat, dan nilai-nilai, dalam cerpen “ Kisah Pilot Bejo”.   

V. Alat/Bahan/Sumber Belajar:
     A. Alat
         LKS
   
     B. Sumber Belajar
        1.  Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Kurikulum Standar Isi (2006)  Bahasa 
  Indonesia.
         2.   Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 2006. Contoh silabus dan 
               Penilaian.
        3. Hatikah, Tika dan Mulyanis.  2004. Membina Kompetensi Berbahasa dan   Sastra Indonesia I A. Bandung: Grafindo Media Pratama.
        4. Hatikah, Tika dan Mulyanis. 2006. Basis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

VI. Penilaian    :
              Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah  proses belajar-mengajar dengan mengacu 
              pada aspek   pengetahuan, dan sikap.
Jenis Tagihan       :  Tugas Individu
Bentuk Instrumen :  Laporan Tertulis
Contoh Intrumen  :
Bacalah cerpen “Kisah Pilot Bejo” karya Budi Darma berikut dengan cermat!
Barang siapa ingin menyaksikan pilot berwajah kocak, tengoklah Pilot Bejo. Kulitnya licin, wajahnya seperti terbuat dari karet, dan apakah dia sedang gemetar ketakutan, sedih, atau gembira, selalu memancarkan suasana sejuk. Karena itu, kendati dia suka menyendiri, dia sering dicari.
Kalau dilihat dari ilmu pengetahuan, entah apa, mungkin pula sosiologi, dia masuk dalam kawasan panah naik. Hampir semua neneknya hidup dari mengangkut orang lain dari satu tempat ke tempat lain. Ada leluhurnya yang menjadi kusir, lalu keturunannya menjadi masinis, dan setelah darah nenek moyang mengalir kepada dia, dia menjadi pilot.
Karena pekerjaan mengangkut orang dapat memancing bahaya, maka, turun-menurun mereka selalu diberi nama yang menyiratkan keselamatan. Dia sendiri diberi nama Bejo, yaitu “selalu beruntung,” ayahnya bernama Slamet iasrena itu selalu selamat, Untung, terus ke atas, ada nama Sugeng, Waluyo, Wilujeng, dan entah apa lagi. Benar, mereka tidak pernah kena musibah.
Namun ingat, kendati pilot lebih terhormat daripada masinis, dan masinis lebih dihargai daripada kusir, masing-masing pekerjaan juga mempunyai kelas masing-masing. Ada kusir yang mengangkut orang-orang biasa, ada pula yang dipelihara oleh bangsawan dan khusus mengangkut bangsawan. Slamet, ayah Pilot Bejo, juga mengikuti panah naik: ayahnya, yaitu nenek Pilot Bejo, hanyalah seorang masinis kereta api jarak pendek, mengangkut orang-orang desa dari satu desa ke kota-kota kecil, sementara Waluyo, ayah Pilot Bejo, tidak lain adalah masinis kereta api ekspres jarak jauh.
Dibanding dengan ayahnya, kedudukan Pilot Bejo jauh lebih baik, meskipun Pilot Bejo tidak lain hanyalah pilot sebuah maskapai penerbangan AA (Amburadul Airlines), yaitu perusahaan yang dalam banyak hal bekerja asal-asalan. Selama tiga tahun AA berdiri, tiga pesawat telah jatuh dan membunuh semua penumpangnya, dua pesawat telah meledak bannya pada waktu mendarat dan menimbulkan korban- korban luka, dan paling sedikit sudah lima kali pesawat terpaksa berputar-putar di atas untuk menghabiskan bensin sebelum berani mendarat, tidak lain karena rodanya menolak untuk keluar. Kalau masalah keterlambatan terbang, dan pembuatan jadwal terbang asal-asalan, ya, sudah setiap harilah.
Perjuangan Bejo untuk menjadi pilot sebetulnya tidak mudah. Setelah lulus SMA dia menganggur, karena dalam zaman seperti ini, dalam mencari pekerjaan lulusan SMA hanyalah diperlakukan sebagai sampah. Untunglah ayahnya mau menolong, tentu saja dengan minta tolong seorang saudara jauh yang sama sekali tidak suka bekerja sebagai kusir, masinis, pilot, atau apa pun yang berhubungan dengan pengangkutan. Orang ini, Paman Bablas, lebih memilih menjadi pedagang, dan memang dia berhasil menjadi pedagang yang tidak tanggung- tanggung.
Ketika dengan malu-malu Bejo menemuinya, dengan lagak bijak Paman Bablas berkhotbah: “Bejo? Jadi pilot? Jadilah pedagang. Kalau sudah berhasil seperti aku, heh, dapat menjadi politikus, setiap saat ias menyogok, dan mendirikan maskapai penerbangan sendiri, kalau perlu kelas bohong-bohongan.”
       Jawablah pertanyaan berikut dengan alasan dan bukti!
1. Apakah tema cerita pendek “Kisah Pilot Bejo” ?
2.       Siapakah tokoh utama dalam cerita pendek tersebut dan bagaimana perwatakannya?
3. Di manakah setting (latar) cerita pendek itu?
4. Alur apa yang dipergunakan dalam cerita pendek tersebut?
5. Sudut pandang apa yang digunakan pengarang dalam cerita pendek di atas?
6. Amanat apa yang terkandung dalam cerita pendek tersebut?
7. Tulislah ringkasan cerita pendek “ Kisah Pilot Bejo” tersebut!

         4. Format Penilaian
       a. Pengetahuaan (Kognitif dan Psikomotorik)
     Penilaian pengetahuan dilakukan terhadap kemampuan siswa dalam
     Menganalisis cerpen dengan memperhatikan hal-hal berikut.
No.
Hal yang Dinilai
Skor Maksimum
Perolehan Skor
1.
tema
4

2.
penokohan
2

3.
latar
2

4.
alur
2

5.
sudut pandang
2

 6.
amanat
3

7.
Ketepatan ringkasan isi cerita
5

Jumlah
20


Nilai =  jumlah perolehan skor........   X  100%  =  .....
                 Skor maksimum             20